BANYAK cara meningkatkan amal ibadah di bulan Ramadan. Pada bulan yang penuh berkah ini banyak orang berlomba-lomba berbuat kebaikan. Salah seorang dari mereka adalah Rosyid E. Abby. Ia adalah penulis naskah sekaligus sutradara drama “Kasidah Cinta Hindun binti ‘Utbah”.
Ia sengaja mengisi Ramadan ini dengan mengajak orang lain meningkatkan keimanan dan keislaman. Caranya, dengan menggelar drama kasidah religi. Melalui pegelaran drama “Kasidah Cinta Hindun binti ‘Utbah”, Rosyid berusaha mengajak pelajar dan mahasiswa untuk mengenal tarikh dan para pejuang Islam semasa Nabi Muhammad SAW.
“Tujuannya agar pelajar dan mahasiswa lebih paham tentang perjuangan para syuhada ketika mereka mempertahankan dan mengsyiarkan agama Islam,” kata Rosyid ketika dihubungi geobdg.com.
Selain memupuk pendidikan agama Islam, menurut Rosyid, drama ini juga merupakan sarana untuk mendidik pelajar dan mahasiswa dalam menggunakan Bahasa Sunda. “Karena semua dialog dalam drama ini menggunakan Bahasa Sunda. Selain memupuk keimanan dan keislaman, drama ini juga mengemban misi pembelajaran Bahasa Sunda,” ujar lelaki kelahiran 1965 itu.
Rosyid menyebutkan, drama “Kasidah Hindun binti’Utbah” akan digelar di Gedung Kesenian Rumentang Siang pada Sabtu dan Minggu (23-24/3).
Sinopsis
Drama religi ini berkisah tentang Hindun binti ‘Utbah yang terkenal dengan kesombongan dan keangkuhannya.
Ketika terjadi perang Badar Kubra, ayah Hindun (‘Utbah bin Rabi’ah), pamannya (Syaibah bin
Rabi’ah), dan kakaknya (Al-Walid bin ‘Utbah), terbunuh oleh paman Rasulullah SAW, Hamzah
bin Abdul Muthalib. Hindun merasa sangat terpukul dan kemudian mendendam pada pembunuh
keluarganya itu.
Hindun kemudian membuat rencana yang sangat matang untuk melampiaskan dendamnya itu.
Dia menjanjikan kebebasan pada seorang budak yang bernama Wahsyi, jika budak tersebut
berhasil membunuh Hamzah bin Abdul Muthalib.
Maka pada Perang Uhud yang dipimpin Abu Sufyan bin Harb, suaminya, dendam Hindun
terbalaskan. Di perang itulah Hindun memimpin para wanita untuk memberikan dukungan
kepada suami dan kerabat mereka yang berperang menghadapi kaum Muslimin dengan menabuh
gendang dan melantunkan syair-syair.
Ketika Wahsyi berhasil membunuh Hamzah, Hindun langsung merobek perut Hamzah yang
sudah tak bernyawa itu dan mengambil jantungnya, lalu mengunyahnya kemudian
memuntahkannya lagi. Dengan kelakuannya itu, Hindun mendapat julukan “Aakilatul Akbaad”
(pemakan jantung), suatu julukan yang menyakitkan hatinya. Tidak cukup dengan itu saja, ia
juga mengambil hidung dan telinga Hamzah dan menjadikannya sebagai kalung.
Hindun tetap dalam kesombongan dan keangkuhannya sampai tiba saatnya dia dimuliakan oleh
kalimah Allah.
Pada malam terjadinya Futuh Makkah (Fathu Makkah) di bulan Ramadan, Abu Sufyan bin Harb
kembali ke Mekah setelah baru saja menghadap Rasulullah Saw di Madinah dan menyatakan
keislamannya. Cahaya Islam pun mulai menyinari jiwa Hindun, ketika dua hari kemudian setelah
peristiwa Futuh Makkah, dia berbaiat kepada Rasulullah Saw, dan mengucapkan kalimat
syahadat.
Setelah menjadi muslimah, Hindun selalu berusaha memperdalam keimanannya. Keimanannya
itulah yang kemudian menuntunnya untuk turut berjihad bersama kaum muslim lainnya. Hindun
berusaha menghapus masa lalunya dengan ikut serta berjihad dalam Perang Yarmuk.
Ia pernah berkata mengingat masa lalunya: “Aku pernah bermimpi berdiri di bawah matahari dan
di dekatku ada tempat berteduh namun aku tidak bisa berlindung di bawahnya. Ketika aku telah
masuk Islam, aku bermimpi seolah-olah aku telah masuk dalam lindungannya. Segala puji bagi
Allah yang telah menunjuki kita kepada Islam.”
Pada tahun ke 14 Hijriyah, di masa kekhilafahan Umar bin Khathab, Hindun binti ‘Utbah wafat.
“Ibuku adalah wanita yang sangat berbahaya di masa Jahiliyah dan di dalam Islam menjadi
seorang wanita yang mulia dan baik,” ujar Mu’awiyah bin Abu Sufyan mengungkapkan sifat ibunya.
“Kasidah Cinta Hindun Binti ‘Utbah” adalah gambaran dan bukti cinta Hindun binti ‘Utbah
kepada Allah dan Rasul-Nya. <Dede Sudrajat/geobdg>