Foto: Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik di Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi

Resistensi Antiboitik Sebabnya Apa ya?

2 minutes, 17 seconds Read

BANDUNG — Tingginya kasus AMR di Indonesia, menurut Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik di Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, yaitu disebabkan oleh kesalahan penggunaan antimikroba (misuse) dan penggunaan antimikroba yang berlebihan (overuse).

Contoh tindakan kesalahan penggunaan antibiotik dan penggunaan antibiotik yang berlebihan, Nadia menjelaskan, antara lain menggunakan antibiotik tanpa ada bukti terjadinya infeksi karena bakteri.

Misalnya, terapi antibiotik untuk mengatasi infeksi virus dan malaria, juga pemberian antibiotik profilaksis (pemberian antibiotik sebelum muncul tanda-tanda dan gejala suatu infeksi dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi) pada operasi bersih yang tidak membutuhkan antibiotik profilaksis.

Selain itu, pemberian antimikroba tidak didukung data klinis dan laboratorium yang akurat, serta pemilihan antimikroba yang tidak tepat baik untuk tujuan terapi maupun profilaksis.

“Pemberian antimikroba yang tidak aman untuk kondisi pasien, misalnya pasien gagal ginjal diberi antimikroba yang berpotensi meracuni ginjal (nefrotoksik antibiotik). Padahal masih ada antimikroba lain yang non-nefrotoksik,” papar Nadia.

Pemberian antibiotik dengan dosis dan durasi yang tidak tepat, seperti pemberian dosis antibiotik yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dan lama pemberian terlalu lama atau terlalu singkat, juga berpotensi mengakibatkan resistansi antibiotik.

“Di samping itu, rute pemberian yang tidak tepat, yaitu pasien dapat menggunakan antimikroba secara oral, tetapi diberikan secara suntikan,” tandas Nadia.

“Lalu, saat pemberian tidak tepat, baik untuk tujuan profilaksis bedah maupun untuk tujuan terapi. Jadi pemberiannya tidak sesuai dengan panduan penggunaan antibiotik atau aturan pakai, misalnya setiap delapan jam, 12 jam, atau 24 jam,” tukasnya selanjutnya.

Lebih lanjut, Nadia menjelaskan bahwa kasus AMR bisa terjadi karena tidak dilakukan tindakan de-eskalasi atau alih terapi sesuai kebutuhan pasien.

AMR juga bisa disebabkan faktor lain yang berhubungan dengan penggunaan antimikroba, yaitu timbulnya Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD) atau Adverse Drug Reactions (ADRs), dan interaksi antara antimikroba dengan obat lain.

Kemudahan akses terhadap antibiotik juga dipandang sebagai salah satu penyebab tingginya kasus AMR di Indonesia.

Bakteri, patogen, AMR
Keterangan gambar,Bakteri patogen dapat memperoleh resistensi dari bakteri jinak yang bertahan dalam pengobatan antibiotik.

Namun, rumah sakit bukan satu-satunya layanan kesehatan yang disorot dalam berbagai macam praktik misuse dan overuse antibiotik tersebut, tapi juga layanan kesehatan lainnya.

<Anto/geobdg>.

Share us:

Similar Posts

Leave a Reply