BANDUNG — Menurut survei dari udara, bisa mengidentifikasi sisa-sisa kota kuno Amazon tersebut di bawah tetumbuhan dan pepohonan yang lebat. Teknologi LiDAR ini menemukan 6.000 platform persegi panjang berukuran sekitar 20m kali 10m dan tinggi antara dua hingga tiga meter.
Struktur itu disusun dalam kelompok yang terdiri dari tiga hingga enam unit di sekitar alun-alun dengan platform pusat. Para ilmuwan yakin banyak di antaranya merupakan rumah, namun ada juga yang digunakan untuk keperluan seremonial.
Dan ada satu kompleks, di Kilamope, yang memiliki platform berukuran 140m kali 40m. Mereka dibangun dengan memotong bukit dan membuat platform tanah di atasnya. Jaringan jalan-jalan dan jalur setapak yang lurus menghubungkan banyak platform, termasuk platform yang panjangnya 25km.
Dr Dorison mengungkapkan jalan-jalan ini adalah bagian yang paling mencolok dari penelitian ini.
“Ya, jaringan jalan raya sangat canggih. Jaringan jalan ini membentang dalam jarak yang sangat jauh, semuanya terhubung,” ungkapnya.
“Hal itu, terdapat sudut siku-siku, yang sangat mengesankan. Untuk membangun jalan lurus jauh lebih sulit ketimbang membangun jalan yang sesuai kebutuhan,” paparnya..
Dia yakin beberapa di antaranya memiliki “makna yang sangat kuat”, dan kemungkinan terkait dengan upacara atau kepercayaan tertentu.
Para ilmuwan juga mengidentifikasi jalan perlintasan dengan parit di kedua sisinya yang mereka yakini sebagai kanal untuk membantu mengelola melimpahnya air di wilayah tersebut. Terdapat tanda-tanda ancaman terhadap kota-kota – beberapa parit menghalangi pintu masuk ke permukiman, dan mungkin merupakan bukti adanya ancaman dari masyarakat sekitar.
Para peneliti pertama kali menemukan bukti adanya sebuah kota pada 1970-an, namun ini adalah pertama kalinya survei komprehensif diselesaikan, setelah penelitian selama 25 tahun.
Hal itu, menjelaskan sebuah masyarakat yang besar dan kompleks yang tampaknya lebih besar daripada masyarakat Maya yang terkenal di Meksiko dan Amerika Tengah.
“Bayangkan Anda menemukan peradaban lain seperti Maya, tetapi dengan arsitektur, penggunaan lahan, keramik yang sangat berbeda,” kata José Iriarte, profesor arkeologi di Universitas Exeter, yang tidak terlibat dalam penelitian ini.
Beberapa temuan yang “unik” bagi Amerika Selatan, paparnya, menunjuk pada platform segi delapan dan persegi panjang yang disusun bersama. Masyarakatnya jelas terorganisir dengan baik dan saling terhubung, katanya, menyoroti jalan-jalan panjang yang menghubungkan antar permukiman.
Tidak banyak yang diketahui tentang orang-orang yang tinggal di sana dan seperti apa masyarakat mereka. Lubang-lubang dan aneka perapian ditemukan di platform, serta toples, batu untuk menggiling tanaman, serta tempat untuk membakar benih.
Masyarakat Kilamope dan Upano yang tinggal di sana mungkin sebagian besar menitikberatkan pada bidang pertanian. Orang-orang makan jagung dan ubi jalar, dan mungkin minum “chicha“, sejenis bir manis.
Prof Rostain mengatakan dia diperingatkan agar tidak melakukan penelitian ini pada awal karirnya, karena para ilmuwan yakin tidak ada kelompok masyarakat kuno yang pernah hidup di Amazon.
“Tetapi saya sangat keras kepala, jadi saya tetap melakukannya. Sekarang harus saya akui bahwa saya cukup senang telah membuat penemuan sebesar ini,” katanya.
Untuk selanjutnya bagi para peneliti adalah memahami apa yang ada di area seluas 300km persegi yang belum disurvei tersebut.
<Anto/geobdg>.