BANDUNG — AS hingga saat ini memberikan fasilitas menarik dan menguntungkan bagi Tanah Air. Fasilitas itu yakni kebijakan Generalized System of Preferences atau GSP.
GSP sendiri merupakan kebijakan perdagangan suatu negara memberi pemotongan bea masuk impor terhadap produk ekspor negara penerima. Hal ini, merupakan kebijakan perdagangan sepihak (unilateral) yang umumnya dimiliki negara maju. Untuk membantu perekonomian negara berkembang, tetapi tak bersifat mengikat bagi negara pemberi maupun penerima.
Namun dengan kondisi ekonomi Indonesia terus tumbuh tahun demi tahun. Maka tak menutup kemungkinan fasilitas kebijakan GSP ini nantinya akan diberhentikan untuk Indonesia.
Sebagai informasi, saat ini Indonesia sudah tak lagi dapat dikatakan sebagai negara middle-low income country. Alhasil ada kemungkinan fasilitas GSP Indonesia akan dicabut.
Bank Dunia sudah meningkatkan status Indonesia menjadi negara pendapatan menengah atas. Dari sebelumnya negara pendapatan menengah bawah, berdasarkan klasifikasi negara oleh Bank Dunia.
Klasifikasi ini, yang diperbarui setiap tahun pada 1 Juli. Dibagi menjadi empat kategori berdasarkan pendapatan nasional bruto (GNI) per kapita.
Kategori itu adalah pendapatan rendah (US$ 1.035), pendapatan menengah bawah (US$ 1.036 – 4.045). Pendapatan menengah atas (US$ 4.046 – 12.535), dan pendapatan tinggi (>US$ 12.535).
Standar Klasifikasi Pendapatan
Bank Dunia menggunakan klasifikasi ini sebagai faktor untuk menentukan apakah suatu negara dapat menggunakan fasilitas bank. Seperti penetapan harga pinjaman. Sebagai catatan, GNI per kapita Indonesia naik menjadi US$ 4.050 pada 2019. Dari posisi sebelumnya yaitu US$ 3.840 pada 2018.
Sedangkan Bank Dunia kembali merevisi standar klasifikasi pendapatan menengah atas. Sebelumnya memiliki batas bawah US$ 4.046 (2019) menjadi US$ 4.466 (periode 1 Juli 2023 hinggafull year2024).
Indonesia berhasil kembali ke dalam kategori upper middle income country (UMIC) di tahun 2023. Dengan GNI per kapita mencapai US$ 4.580 (batas bawah UMIC sebesar US$ 4.466).
Hal itu, GSP untuk setidaknya beberapa waktu ke depan. Karena tanpa GSP ada fasilitas GSP maka akan berdampak terhadap produk ekspor Indonesia ke AS.
Produk Indonesia akan diperlakukan setara dengan produk serupa dari negara maju. Dari sisi harga, produk Indonesia akan sulit bersaing apabila ada produk serupa bisa lebih efisien dalam proses produksinya. Risiko menurunnya transaksi perdagangan antara kedua negara pun menjadi sesuatu yang tak terhindari. <Anto/geobdg>