BANDUNG — Perang Badr merupakan permulaan yang buruk bagi kaum musyrikin. Mereka sempat kehilangan tiga pemimpin sekaligus, maka meluaplah kemarahan mereka kemudian menyerang kaum muslimin secara frontal.
Para Kaum muslimin dengan ikhlas dan merendahkan diri kepada Allah SWT, menerima serangan dari kaum musyrikin secara bertubi-tubi dengan sikap bertahan. Tetapi mereka berhasil memberikan banyak kerugian pada kaum musyrikin.
Kala itu Rasulullah senantiasa momohon pertolongan kepada Allah SWT. Beliau berucap, “Wahai Allah, tunaikanlah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Wahai Allah sesungguhnya aku memohon janji-Mu.”
Dari keinginan yang sangat mendalam akan kemenangan perang Badr itu, hingga beliau berkata, “Wahai Allah, kalau pasukan ini sampai binasa hari ini, Engkau tidak akan disembah lagi oleh manusia. Wahai Allah, jika Engkau menghendaki, Engkau tidak akan disembah lagi setelah ini”.
Dengan do’a yang senantiasa diserukan, akhirnya datanglah pertolongan Allah dengan mengutus Jibril dengan memegang tali kekang kudanya di atas hambaran debu. Kemudian Rasulullah mengambil segenggam pasir, lalu menghadap kepada orang-orang Quraisy seraya melemparkan pasir yang ada di tanganny, dana diarahkan ke mereka. Tak seorang pun dari kaum musyrikin kecuali terkena lemparan pasir tersebut, mata, hidung dan mulutnya. Setelah itu, Allah menurunkan ayat:
“Dan bukanlah kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah–lah yang melempar.” (QS: al-Anfal:17)
Dalam riwayat Ibnu Sa’d dari Ikrimah (pada saat Perang Badr terjadi ia masih belum masuk Islam), ia berkata, “Pada hari itu kepala orang terjatuh, tetapi tidak diketahui siapa yang memenggalnya; tangan orang terjatuh, tetapi tidak diketahui siapa yang memotongnya”.
Para sahabat Ansyar mengalaminya yang bernama Haizum, ketika ia mengejar musuh yang ada di depannya, tiba-tiba ia mendengar suara cambuk di atas kepala musuh yang dikejar dan suara penunggang kuda berteriak, “Maju, hai Haizum.” Setelah kejadian aneh itu, lalu ia menceritakan kepada Rasulullah SAW. Beliau berkata, “Kamu benar, itu adalah bala bantuan dari langit ketiga.” (Riwayat Muslim,II:93).
Tanda-tanda kegagalan pada barisan kaum musyrikin kala itu, mulai tampak. Mereka berjatuhan menghadapi serangan kaum muslimin. Peperangan hampir berakhir, mereka banyak yang melarikan diri. Sedangkan, Abu Jahal, ketika melihat adanya kegoncangan di barisannya, ia berusaha tegar menghadapi arus itu, lalu memberi motivasi pada pasukannya.
Foto: Perang Badar terjadi pada 17 Ramadhan tahun 2 Hijriah.
Dengan kesombongannya, ia mengatakan, “Larinya Suraqah (Iblis) jangan membuat kalian kalah, karena dia berada di atas perjanjian dengan Muhammad. Terbunuhnya Uthbah, Syaibah dan al-Walid jangan sampai membuat kalian takut karena mereka tergesa-gesa. Demi Latta dan Uzza, kita tidak akan kembali sebelum menundukkan mereka di bukit ini. Balaslah serangan mereka.”
Ketika itu Abu Jahal tampak berkeliaran di atas kudanya di antara kaum muslimin. Kematian pun menantinya, melalui tangan dua anak kecil dari Anshar yakni, Mu’adz bin Amru bin al-Jamuh dan Mu’awwadz bin Afra’. Setelah perang berakhir, Rasulullah berkata, “Siapa yang dapat melihat apa yang diperbuat oleh Abu Jahal, Akhirnya orang-orang pun tersebar mencari Abu Jahal.
Kemudian ia berhasil ditemukan oleh Abdullah bin Mas’ud, dan menginjak leher dan menarik jenggot Abu Jahal seraya berkata, “Hai musuh Allah, apakah kamu merasa telah dinista oleh Allah?” Abu Jahal menjawab, “Dengan apa Ia menistakan aku, Apakah nista orang yang di bunuh oleh kaum kerabatnya sendiri”.
lalu, ia berkata, “Untuk siapakah kemenangan hari ini” Ibnu Mas’ud menjawab: “Untuk Allah dan Rasul-Nya.” Lalu, ia berkata, “Dengan susah payah, kedudukanmu telah naik, wahai pengembala kambing” (ketika di Makah Ibnu Mas’ud termasuk salah satu seorang pengembala kambing).
Setelah terjadi dialog antara keduanya, Ibnu Mas’ud memotong telinga Abu Jahal sebagai balasan kesadisan Abu Jahal, lalu ia memenggal lehernya. Kemudian menyerahkan ‘kado’ kepada Rasulullah seraya berkata : “Telinga di balas dengan telinga, sedangkan kepala ini adalah tambahannya”. Kemudian Rasulullah bersabda tentang Abu Jahal : “Ini adalah Fir’aun umat ini”.
Para sahabat yang ikut dalam pertempuran ini disebut badriyyin, suatu gelar kehormatan yang tiada taranya. Terbukti dalam beberapa hadits memberikan bisyarah akan kemuliaan para tentara Islam yang terlibat dalam Perang Badr, seperti yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah.
Rasulullah juga pernah melarang Sayyidina Umar bin Khattab ketika ia hendak memukul Hatib bin Abi balta’ah seraya mengatakan, “Dia itu mengikuti Perang Badr, betapa hilang ingatanmu kalau Allah hadir di tenga-tengah mereka dan berfirman: “Lakukanlah apa yang kalian kehendaki!, sungguh aku telah mengampuni kalian.
<Anto/Geobdg>.