BANDUNG — Hannibal Directive, yang juga dikenal sebagai Prosedur Hannibal atau Protokol Hannibal Yakni kebijakan militer Israel yang menetapkan penggunaan kekuatan maksimum dalam peristiwa penculikan tentara. Menurut Yehuda Shaul, mantan tentara Israel, yang pernah berbicara kepada Al Jazeera pada November tahun lalu.
“Anda akan menembak tanpa batasan, untuk mencegah penculikan,” katanya. Sambil menambahkan bahwa penggunaan kekuatan dilakukan dengan risiko membunuh tentara yang diculik.
Selain menembak para penculik, tentara juga bisa menembaki persimpangan, jalan, jalan raya. Dan jalur lain yang mungkin dilalui oleh musuh dengan membawa tentara yang diculik, tambah Shaul.
Israel terakhir kali menerapkan Hannibal Directive pada tahun 2014 selama perang di Gaza waktu itu. Menurut rekaman audio militer yang bocor, meskipun tentara Israel membantah telah menggunakan doktrin itu. Puluhan warga Palestina tewas dalam pengeboman Israel menyusul, memicu tuduhan kejahatan perang pada tentara Israel.
Hapus Prosedur
Prosedur ini diyakini sudah dicabut pada tahun 2016, meskipun tak jelas apa yang menyebabkan pencabutannya. Laporan dari badan pengawas negara Israel juga merekomendasikan agar tentara menghapus prosedur ini. Karena kritik yang diterima dan berbagai interpretasinya oleh orang-orang di dalam militer
Berdasarkan investigasi Haaretz, seorang sumber senior di tentara Israel juga mengonfirmasi. Bahwa prosedur Hannibal “diterapkan pada 7 Oktober”. Sumber itu mengungkapkan bahwa investigasi pascaperang akan menyatakan siapa yang memberi perintah.
Sementara itu, seorang juru bicara tentara Israel menuturkan kepada surat kabar tersebut. Bahwa tentara “telah memulai investigasi internal mengenai apa yang terjadi pada 7 Oktober dan periode sebelumnya”.
“Tujuan investigasi ini adalah untuk belajar dan menarik pelajaran bisa digunakan dalam melanjutkan pertempuran. Ketika investigasi ini selesai, hasilnya akan disampaikan kepada publik dengan transparansi,” tutur juru bicara itu. <Anto/geobdg>