BANDUNG — Industri baja memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut data dari Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. Konsumsi baja dalam negeri selama lima tahun terakhir mencapai rata-rata 15,62 juta ton per tahun.
Tetapi, tantangan baru muncul bagi industri baja. Akibat komitmen global untuk mencapai target net zero emisi karbon pada pertengahan abad ini.
Produksi baja secara global menyumbang sekitar 7% dari total emisi karbon. Dengan permintaan baja yang diperkirakan meningkat sekitar 15-20% antara tahun 2030 dan 2050. Produsen baja harus lebih proaktif dalam mengelola risiko lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) di seluruh rantai nilai.
Presiden Direktur GRP Fedaus menyatakan. Resmikan PLTS Atap ini memang menjadi tanggungjawabnya, untuk mengurangi emisi karbon atau target net zero dipertengahan abad ini. Hal itu, akan terpasang di area operasional sejalan dengan 5 Pilar ESG GRP. Terutama Pilar No.3 tentang Transisi Energi dan Solusi Rendah Karbon.
Perusahaan merespons dan mengelola risiko dan peluang terkait iklim sepanjang rantai nilai. Dengan telah terpasangnya PLTS Atap tahap II ini. Secara total GRP berhasil melakukan pengurangan emisi karbon hingga sekitar 1500 ton CO2e.
GRP bekerjasama dengan Total Energies ENEOS, yang bertanggung jawab dalam desain dan pemilihan mitra EPC terpercaya. Untuk melakukan konstruksi untuk setiap tahapan proyek PLTS Atap.
Dalam pengoperasian dan pemeliharaannya, PLTS Atap ini. Sejumlah sensor telah lengkap untuk memantau radiasi, temperatur, kecepatan angin dan suhu sekitar. Selain itu, sistem juga akan bekerja dengan pemantauan jarak jauh, dan mengirimkan data Analisis Performa. Menampilkan jejak karbon yang merupakan kontribusi swasta dalam mendukung tujuan Pemerintah. <Anto/geobdg>