BANDUNG — Dibulan suci Ramadhan umat Islam diwajibkan untuk melakukan puasa selama satu bulan penuh (al-Baqarah: 183). Khusus di Indonesia umat Islam melaksanakan ibadah puasa sekitar 13 jam dalam sehari. Selebihnya mereka dapat berbuka sepanjang malam. Hal itu, hampir seluruh umat Islam yang sehat dan tanpa ada halangan syar’i dapat melakukan puasa Ramadhan dengan mudah.
Tetapi, bagaimanakah dengan saudara kita yang harus melaksanakan puasa di daerah Kutub Utara? Di mana siang hari lebih panjang dari pada malam harinya?
Telah diketahui bersama bahwa Kutub Utara merupakan daerah yang sebagian besar berada di Samudra Arktik (baca id.wikipedia.org).
Ketika musim panas umat Islam mengalami kesulitan untuk melakukan puasa dikarenakan pada saat itu siang hari durasinya lebih panjang dari pada malam hari. Bahkan ada yang mengalami siang hari hampir 24 jam, sehingga umat Islam melaksanakan buka puasa sekaligus sahur dalam waktu 1 jam saja.
Pengalaman berpuasa dengan durasi yang panjang sudah dialami oleh beberapa saudara Muslim kita. Mereka berpuasa di berbagai wilayah negara negara pulau dalam lingkar kutub utara sperti Ulvik/Eidfjord, Isofjodur, Longyearbyen, Tromso, Leknes, Akureyri, Hammerfest, Nordkap, dan Honningsvag yang memang pada musim panas ini mataharinya nyaris tak pernah tenggelam.
Dalam kondisi itu, mereka pernah mengalami sahur jam satu pagi dan berbuka jam 23:54 malam, sehingga nyaris hampir 22-23 jam berpuasa. Ketika mereka berbuka, mereka juga sekaligus sahur.
Matahari dan suasananya terang sepanjang hari sepanjang malam. Tak ada gelap sama sekali
Pendapat Ulama
Beberapa ulama sudah membahas masalah ini. Sebagian ulama berpendapat bahwa umat Islam di daerah kutub utara tetap malakukan tu,uasa dan shalat sebagaimana perjalanan matahari, meskipun durasi siang cukup panjang dan malam hanya sebentar (islamqa.info).
Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa puasa tidak harus mengikuti perjalanan matahari jika dalam kondisi khusus seperti di kutub utara.
Majelis Eropa untuk Fatwa dan Riset (The European Council for Fatwa and Research/ECFR), telah mengeluarkan fatwa terkait umat Islam yang berada di negara lintang tinggi. Di wilayah di mana matahari tidak pernah tenggelam, hendaknya mereka mengambil waktu di hari-hari yang siang dan malam sama panjang, sebagai ukuran menentukan waktu puasa dan shalat di bulan Ramadhan. (baca e-cfr.org lihat juga republika.co.id).
Permasalahan tentang puasa di kutub utara juga pernah dibahas oleh Prof Syamsul Anwar MA, Ketua Majelis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam bukunya Fatwa Ramadan (h 103-109).
Syamsul Anwar menjelaskan bahwa pada dasarnya Islam adalah agama yang memudahkan. Hal itu, sebagaimana firman Allah dalam al-Baqarah ayat 184:
يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖ
“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan Dia tidak menghendaki kesukaran bagimu.”
Juga al-Hajj ayat 78
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِى الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍۗ
“Dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama.”
Dan hadis Nabi Muhammad SAW:
عَنْ أَبِي التَّيَّاحِ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسِّرُوا وَلَا تُعَسِّرُوا وَسَكِّنُوا وَلَا تُنَفِّرُوا
“Dari Abu At Tayyah dia berkata; Saya mendengar Anas bin Malik radliallahu ‘anhu berkata. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Mudahkanlah setiap urusan dan janganlah kalian mempersulitnya, buatlah mereka tenang dan jangan membuat mereka lari.” (HR Bukhari: 5660)
Tiga Alternatif
Disimpulkan Prof Syamsul Anwar, bahwa orang yang tinggal di negara Eropa dengan durasi siangnya sangat panjang. Agar berpuasa menggunakan perkiraan kadar menurut lamanya waktu berpuasa di Madinah. Di mana Madinah merupakan tempat diturunkannya perintah puasa. Pendapat ini sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh sejumlah mufti yang pernah menjabat Mufti Negara di Darul-ifta’, Mesir.
Prof Syamsul, menuturkan bahwa jika ada orang yang diperkirakan tinggal di Eropa tidak lama. Maka bisa mengambil hukum sebagai musafir dan menggantinya ketika kembali ke negaranya. Beliau menekankan bahwa puasa di bulan Ramadan memiliki keutamaan tersendiri di mana terdapat lailatul qadar di dalamnya.
Dari apa yang sudah diuraikan di atas dapat diambil beberapa pendapat. Pertama, orang yang berada di wilayah lintang tinggi berpuasa sebagaimana perjalanan matahari, meskipun puasanya hampir 23 jam.
Kedua, orang yang berada di wilayah lintang tinggi berpuasa menyesuaikan kadar puasa di Madinah sebagai tempat turunnya perintah berpuasa.
Ketiga, orang yang berada di wilayah lintang tinggi. Dapat berpuasa menyesuaikan kadar di saat di wilayah tersebut mengalami siang dan malam sama panjangnya.
Penulis berpandangan bahwa dari ketiga pendapat di atas adalah pilihan bagi orang yang sedang melaksanakan puasa di daerah lintang tinggi. Ketiganya sama-sama dilandasi oleh dalil dan argumen masing-masing serta dapat dipertanggung jawabkan.
Pada dasarnya Islam merupakan agama yang memudahkan dan tidak menyulitkan. Oleh karena itu pilihan berpuasa di daerah lintang tinggi kembali kepada masing-masing individu.
Jika mereka yakin dapat melaksanakan puasanya selama hampir 24 jam tanpa ada mudharat yang mengiringinya maka hal itu bisa dilaksanakan.
Adapun jika mengambil jalan kemudahan, dengan memperkirakan durasi puasa di Madinah. Puasa menurut waktu setempat ketika kadar siang dan malam sama panjangnya hal itu juga dibenarkan.
Wallahu a’lam bish shawab.
<Anto/geobdg>