BANDUNG — Terdapat suatu hal menarik yang selalu menjadi perhatian para jamaah yang sedang melakukan thawaf yakni Maqam Ibrahim. Sebuah batu yang kini dilindungi dengan kurungan kaca berkerangka emas.
Tak sedikit pula diantara jemaah yang penasaran kemudian sengaja menengok apa yang ada di dalamnya. Ada pula yang bertindak berlebihan hingga mengusap-usap, menciumi atau malah berdoa dengan menghadapnya. Hal inilah yang kemudian diingatkan oleh para petugas (Askar) dari Departemen Amar Makruf Nahi Munkar.
Apa yang menarik dari tempat ini sehingga banyak orang yang mengerumuninya. Bukan bangunannya yang menarik, melainkan pada sejarah yang menjadi daya tariknya. Maqam Ibrahim dahulu adalah sebuah batu yang dibawakan oleh Nabi Ismail untuk bapaknya Nabi Ibrahim. Agar dapat dijadikan sebagai pijakan dalam membangun dinding Ka’bah yang tinggi.
Kemudian di tengah proses pembangunan itu (atas izin Allah). Permukaan batu itu menjadi lunak sehingga telapak kaki Nabi Ibrahim tercetak di atasnya. Dahulu batu pijakan Nabi Ibrahim ini, letaknya menempel tepat di samping ka’bah. Orang-orang dahulu sengaja mendiamkannya karena batu ini bersejarah, tetapi mereka tidak meyakini keutamaan tertentu dari batu tersebut.
Menjadi Tempat Shalat
Suatu saat setelah Rasulullah SAW selesai melakukan thawaf. Umar Bin Khattab mengatakan kepada Rasulullah tentang suatu gagasan. “Wahai Rasulullah, bagaimana jika kita shalat di belakang Maqam Ibrahim” (HR Turmidzi).
Maka tidak lama setelah itu turunlah wahyu kepada Rasulullah sebagai jawaban dari gagasan Umar Bin Khattab. “Dan hendaknya kalian menjadikan Maqam Ibrahim sebagai tempat untuk shalat” (QS Al-Baqarah: 125).
Rasulullah selalu melakukan shalat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim setelah Thawaf. Bahkan para ulama pun mengatakan bahwa shalat dua rakaat setelah thawaf adalah salah satu sunnah yang tidak boleh ditinggalkan. Dalam rangkaian thawaf baik qudum, ifadhah, wada’ ataupun thawaf sunnah.
Selanjutnya pada saat Umar Bin Khattab diangkat menjadi khalifah. Jumlah umat Islam saat itu pun semakin bertambah dan para jamaah yang thawaf pun semakin banyak. Para sahabat itu, mulai merasakan posisi Maqam Ibrahim yang terletak di sisi Ka’bah semakin mengganggu lalulintas para jamaah yang thawaf. Maka Umar pun memutuskan agar Maqam Ibrahim letaknya ditarik mundur sejauh lebih kurang 18 meter. Agar para jamaah lebih merasa nyaman dalam thawaf.
Para ulama dari kalangan sahabat ketika melihat kebijakan Umar ini tidak ada yang menentang. Mereka justru mengatakan bahwa Umar-lah orang yang paling berhak memindahkan letak Maqam Ibrahim. Karena melalui gagasan beliau Allah meridhainya sehingga turunlah wahyu dalam surat Al-Baqarah: 125. Untuk bentuk telapak kaki Nabi Ibrahim ini, dan seberapa besar telapak kaki Nabi Ibrahim yang tercetak dalam Maqam tersebut.
Allahu a’lam seberapa ukuran yang pasti, karena sesungguhnya bekas cetakan telapak kaki Nabi Ibrahim pun, kini telah hilang. Seiring banyaknya orang yang thawaf dengan memegang atau mengelus Maqam Ibrahim, cetakan telapak kaki beliau pun menjadi hilang tidak berbekas. Jika kini kita melihat ke dalam kurungan kaca pun tidak kita jumpai cetakan kaki beliau secara jelas.
Pengelola Masjidil Haram hanya memberikan gambaran perkiraan saja bahwa panjang telapak kaki Nabi Ibrahim berkisar antara 30 hingga 40 cm. Tetapi tidak ada yang bisa memastikan berapa ukurannya. Semoga keutamaan Maqam Ibrahim ini, tetap terjaga dan para jemaah. Selalu dimudahkan untuk mengunjungi Baitullah dan dapat melakukan shalat di belakangnya setelah thawaf mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali. <Anto/Geobdg>