Cimahi — Stunting adalah masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak. Stunting juga menjadi salah satu penyebab tinggi badan anak terhambat, sehingga lebih rendah dibandingkan anak-anak seusianya.
Tak jarang masyarakat menganggap kondisi tubuh pendek merupakan faktor genetika dan tidak ada kaitannya dengan masalah kesehatan. Faktanya, faktor genetika memiliki pengaruh kecil terhadap kondisi kesehatan seseorang dibandingkan dengan faktor lingkungan dan pelayanan kesehatan. Biasanya, stunting mulai terjadi saat anak masih berada dalam kandungan dan terlihat saat mereka memasuki usia dua tahun.
Pj. Wali Kota Cimahi, Dicky Saromi mengungkapkan komitmennya untuk memerangi stunting di Kota Cimahi. Untuk itu dibutuhkan kolaborasi dan sinergitas guna mempercepat penurunan prevalensi stunting.
Hal itu diungkapkannya saat Rapat Koordinasi (Rakor) Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Percepatan Penurunan Stunting di Kota Cimahi Tahun 2024, yang berlangsung di Ballroom Mal Pelayanan Publik (MPP) Jalan Aruman, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi, belum lama ini.
Kegiatan tersebut dihadiri Pj. Ketua TP PKK Kota Cimahi Ir. Hj. Diah Dicky Saromi, MT, dan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Barat dr Raden Vini Adiani Dewi.
“Diperlukan upaya yang sistematis, masif dan kolaboratif dari semua pihak, bukan hanya dari sektor kesehatan saja. Dibutuhkan penanganan dari hulu ke hilir untuk mencapai penurunan angka stunting dan zero new stunting di Jawa Barat,” tegas Dicky.
Menurutnya dibutuhkan sinergitas dan kolaborasi dari seluruh lapisan masyarakat untuk mempercepat penurunan tingkat prevalensi stunting di Kota Cimahi.
“Untuk mengatasi stunting dengan efektif, diperlukan pendekatan holistik dan kolaborasi semua sektor dari pemerintah, LSM, sektor swasta, masyarakat dan seluruh stakeholder terkait. Hal ini meliputi peningkatan akses terhadap gizi berkualitas, pelayanan kesehatan yang baik, pendidikan gizi yang memadai dan kesadaran masyarakat,” bebernya.
Stunting sendiri masih menjadi satu permasalahan yang harus segera diselesaikan, guna mewujudkan Indonesia maju 2045. Bonus demografi yang akan dihadapi oleh bangsa Indonesia harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, sehingga upaya menurunkan tingkat prevalensi stunting menjadi salah satu prioritas pemerintah baik di tingkat pusat atau pun daerah. Tahun 2024, pemerintah menargetkan penurunan persentase stunting turun hingga 14%.
Dicky menyebutkan bahaya stunting bagi masa depan bangsa. “Dampak stunting ini bukan hanya urusan kesehatan, tetapi juga berdampak terhadap sosial dan ekonomi,” tuturnya.
Anak-anak stunting akan mengalami gangguan fisik, tinggi badan, perkembangan mental, kekebalan tubuh rendah, gangguan nutrisi, munculnya penyakit-penyakit kronis yang gampang masuk ke tubuh anak, prestasi akademik rendah, serta berdampak pada produktivitas dan ekonomi dalam jangka panjang.
Begitu bahayanya dampak stunting bagi masa depan bangsa, Dicky menyoroti tingkat stunting di Kota Cimahi. Berdasarkan data elektronik-pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat (e-PPGBM) tahun 2023, data stunting di Kota Cimahi sebesar 9,4% atau sejumlah 2.890 balita dalam kondisi stunting.
Meski tingkat prevalensi stunting Kota Cimahi berada di bawah Provinsi Jawa Barat dan nasional, Dicky menyebut pihaknya akan tetap concern pada upaya percepatan penurunan tingkat prevalensi stunting Kota Cimahi.
Sedangkan, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Cimahi, Dikdik S. Nugrahawan menyampaikan, dengan diselenggarakannya rakor ini diharapkan dapat menjadi langkah kongkrit dalam mensinergikan dan meningkatkan koordinasi antara pemerintah daerah dengan seluruh stakeholder dalam upaya pelaksanaan percepatan penurunan stunting di Kota Cimahi.
“Mari bersama kita maksimalkan peran serta organisasi masyarakat untuk membantu percepatan penurunan stunting di Kota Cimahi,” tuturnya.
<Anto/geobdg>