BANDUNG — Sekelompok tentara Israel (IDF) di pasukan khusus infanteri Brigade Givati dilaporkan menolak dengan tegas ambil bagian dalam operasi militer di Jalur Gaza.
Laporan surat kabar Israel Haaretz, belum lama ini menyebut, penolakan pasukan IDF di Brigade Givati itu lantaran mereka menuduh para pemimpin militer mereka mengabaikan kesejahteraan psikologis dan fisik mereka.
Protes itu menyusul adanya pernyataan pemimpin oposisi dan anggota Knesset, Yair Lapid, bersama dengan Anggota Kabinet Perang Israel Benny Gantz.
Keduanya meminta pemerintah Israel tak menerapkan rencana memperpanjang masa wajib militer dan cadangan militer, tetapi mengecualikan kaum ultra-Ortodoks dari partisipasi ke dalam IDF.
Kebijakan pemerintah Israel ini dianggap tebang pilih kasih
Menurut Jerusalem Post, Lapid mengatakan dalam pernyataannya kalau. “Tidak ada yang setara dan ada yang lebih setara. Negara harus bertindak sebagai negara dan menciptakan hubungan yang jelas antara hak dan kewajiban. Mereka yang tidak wajib militer di ketentaraan seharusnya tidak menerima dana.”
Israel Kekurangan Personel Militer
Pernyataan ini muncul setelah pemerintah pekan lalu menerbitkan rencananya untuk memperluas layanan Pasukan Pendudukan Israel (IDF).
Hal itu karena Israel cenderung kekurangan personel militer karena meningkatnya jumlah korban dalam perang dan kebutuhan untuk memperluas IDF untuk mengatasi situasi keamanan yang terus meningkat.
Prinsip-prinsip dasar dari rencana perluasan wajib militer Israel tersebut antara lain:
- Memperpanjang masa kerja wajib militer menjadi tiga tahun
- Menaikkan usia pembebasan tugas cadangan dari 40 tahun menjadi 45 tahun
- Meningkatkan usia pembebasan petugas cadangan menjadi 50 tahun
- Meningkatkan jumlah hari dinas cadangan wajib per tahun.
- Secara khusus, rencana tersebut tidak mencakup memasukkan orang-orang ultra-Ortodoks ke dalam IDF.
<Anto/geobdg>
