BANDUNG — Perubahan radikal dalam metodologi Ikhwanul Muslimin bertarung melawan Israel terjadi pada tahun 1983, ketika kelompok tersebut mengadakan konferensi di Yordania. Pertemuan itu memutuskan untuk “mengizinkan kader-kadernya di Tepi Barat dan Gaza melakukan aksi militer secepat mungkin,” menurut memoar juru bicara pertama Hamas.
Setahun setelah konferensi ini, Israel memberikan pukulan fatal terhadap sel militer pertama di Jalur Gaza yang dipimpin Ahmed Yassin selama 13 tahun dan menahan semua anggotanya. Mereka ditangkap bersama sekitar 80 pucuk senjata yang disimpan di rumah Yassin, dalam persiapan untuk melakukan aksi militer terhadap Israel.
Namun Yassin hanya menghabiskan beberapa bulan di tahanan. Dia bebas usai adanya kesepakatan pertukaran tahanan antara Israel dan kelompok Front for the Liberation of Palestine-General Command (PFLP-GC) pada 1985.
Meskipun pukulan awal terhadap kelompok Islamis ini menyakitkan — terutama karena sayap “militer” dari gerakan ini baru saja dimulai, belum berpengalaman, dan memiliki kemampuan sederhana — landasan ideologis kelompok tersebut tetap kokoh, sehingga memungkinkan mengatur ulang diri mereka sendiri.
Melalui beragam percobaan, kelompok Islamis akhirnya berhasil mengorganisasi sayap militernya.
Bahkan pada saat itu, tampaknya Israel tidak menganggap penting perubahan strategi organisasi-organisasi Islam, dan juga kekuatan yang telah mereka capai baik di dalam maupun di luar wilayah Palestina.
Kemunculan kelompok ini dan pergeseran fokus Ikhwanul Muslimin ke arah “perjuangan bersenjata” terungkap secara terbuka saat diumumkannya pembentukan Gerakan Perlawanan Islam Hamas pada tanggal 14 Desember 1987, sehari setelah dimulainya Intifada Pertama.
Tidak ada keraguan bahwa sejarah gerakan Hamas diwarnai oleh ambiguitas dan kurangnya dokumentasi.
Banyak anggota gerakan ini mengaitkan kurangnya catatan ini dengan kondisi keamanan (selain konteks politik dan sosial) yang menyelimuti Ikhwanul Muslimin sejak pembentukannya di wilayah Palestina.
Namun, pertanyaan apakah Israel “menciptakan” Hamas dapat dijawab dengan menganalisis kekeliruan pertanyaan itu sendiri.
Israel tidak “memproduksi” Hamas. Jaringan kompleks kerja sosial jangka panjang yang dilakukan oleh Ikhwanul Muslimin di tengah-tengah pendudukan dan perlawanan Palestina akhirnya memunculkan gerakan Hamas, sebagaimana dikonfirmasi oleh Shaked dan Azm.
Oleh karena itu, mungkin masih ada ruang perdebatan mengenai tuduhan bahwa Israel setidaknya mengabaikan gerakan ini sejak awal berdirinya.
Atau bahkan, Israel mencoba mengeksploitasi kehadiran Hamas ketika mereka sudah menjadi kekuatan yang berkembang dalam perjuangan Palestina.
Namun dalam konteks sejarah gerakan Islam dan situasi saat gerakan itu muncul menunjukkan bahwa tuduhan Hamas adalah “ciptaan Israel” tidaklah berdasar.
<Anto/geobdg>.