BANDUNG — Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (Badko HMI) Jawa Barat mengungkap dugaan penyelewengan. Hal itu, dana zakat dan hibah di Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Provinsi Jawa Barat. Dengan jumlah fantastis mencapai Rp 9,8 miliar.
Hal ini, menyeruak saat audiensi Badko HMI Jawa Barat bersama Komisi V DPRD Jawa Barat. Dengan seperangkat daerah daerah terkait pemprov Jabari dihadiri langsung Perwakilan Baznas Jabar. Di Gedung DPRD Jawa Barat, Kamis, 8 Agustus 2024.
Sekretaris Umum Badko HMI Jawa barat Fajar Alamsyah mengutarakan ada dugaan penyelewengan dana zakat sebesar Rp9,8 milliar. Hal itu, selama tiga tahun terakhir, mulai dari 2021 hingga 2023. Hal itu juga sangat berpotensi ditahun-tahun berikutnya.
“Ya, hal ini berdasarkan penelusuran bukti data laporan keuangan dan fakta yang nyata,” papar dia.
Dana zakat yang seharusnya mengalir kepada yang membutuhkan, kata dia, diduga dialihkan alokasi dana hak fisabilillah. Hal itu, yang seharusnya untuk fisabilillah masyarakat menjadi fisabilillah-fisabilillah amil internal atau dana opersasional zakat.
Padahal amil zakat sudah menerima hak mereka sesuai ketentuan. Tetapi penyaluran dana zakat yang dialihkan ini adalah tahun 2021 sebesar Rp2,9 milliar, tahun 2022 sekitar Rp3,8 milliar. Kemudian tahun 2023 sebesar Rp 3,03 milliar, sehingga total dana yang diselewengkan selama tiga tahun sebesar 9,9 milliar.
Total dana yang dialihkan selama tiga tahun mencapai Rp 9.868.604.105. Berdasarkan peraturan, penggunaan hak amil dari dana zakat tak boleh melebihi 1/8 atau 12,5%. Tetapi, hak amil di BAZNAS Provinsi Jawa Barat sungguh sangat luar biasa.
Penyalahgunaan Wewenang
Selama tiga tahun terakhir sudah dialokasikan sejumlah Rp 15.229.189.710. Ditambah dengan hak fisabilillah-amil sebesar Rp 9.868.604.105, sehingga totalnya menjadi Rp 25.097.793.815. Hal itu, menjadikan prosentase total hak amil mencapai 20,54% dari penghimpunan dana zakat Rp 122.197.442.872.
Penyaluran dana yang tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Agama No 606 Tahun 2020 dan UU No 23 Tahun 2011. Tentang Pengelolaan Zakat ini semakin memperkuat dugaan adanya penyalahgunaan wewenang.
Pasal 25 UU No 23 Tahun 2011 menegaskan bahwa zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam.
Pasal 37 menyebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan tindakan memiliki. Menjaminkan, menghibahkan, menjual, dan/atau mengalihkan zakat, infak. Kemudian sedekah, dan/atau dana sosial keagamaan lainnya yang ada dalam pengelolaannya.
Tak hanya itu, dugaan penyelewengan juga menyasar dana hibah sebesar Rp 1.010.000.000. Hal itu, yang tak tersalurkan dalam bentuk paket kesehatan selama pandemi Covid-19.
Berdasarkan pemeriksaan audit eksternal, tidak ditemukan proposal dan laporan pertanggungjawaban memadai. Selain itu, ada dana hibah sebesar Rp 700.000.000 yang diduga tak tepat sasaran. Mmelalui lembaga Jabar Quick Response (JQR).
Fatwa MUI
Mereka ingin mempertanyakan fatwa Majelis Ulama Indonesia. Tentang Amil Zakat yang menyebutkan bahwa biaya operasional. Pengelolaan zakat seharusnya disediakan. Hal itu, oleh pemerintah atau (Ulil Amri).
“Jika operasional tidak dibiayai pemerintah atau dana yang disediakan tidak mencukupi. Maka biaya operasional pengelolaan zakat menjadi tugas amil. Diambil dari dana zakat yang merupakan bagian amil atau bagian dari fisabilillah. Hal itu, tentunya dibatas kewajaran, atau diambil dari dana di luar zakat,” tandas dia.
Publik menantikan hasil investigasi dan langkah yang akan diambil oleh pihak berwenang. Terkait dugaan penyelewengan dana zakat dan hibah ini.
Hal itu, mengingat pentingnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengelola zakat dalam membantu mereka yang membutuhkan,” tukas. <Hade/geobdg>