Oleh : Ace Somantri, Dosen Universitas Muhammadiyah Bandung
Takbir menggema dijagat alam raya, tahmid mengetuk pintu arasy nan jauh disana, tahlil mengikat diri dalam ketaqwaan yang nyata, dan bertasbih memuja dan memuji Ilahi Robbi bukan basa basi melainkan mengisi hati agar dapat terjaga dari sifat-sifat iri dan dengki. Lantunan takbiran yang merdu mengiris hati rindu dan kangen bertemu orang-orang paling dicintai. Tetesan air mata berlinang pecah dan jatuh membasahi kulit muka, hati tidak tahan menahan kesedihan amat dalam membayangkan suasana bercengkrama dengan ibunda dan bapak tersayang serta keluarga lainnya.
Senyum bahagia terlihat tulus manakala bertemu semua anggota keluarga. Keriput wajah terlihat jelas, muka orang tua kita sudah tak lagi muda seperti mereka saat masih berdua memadu kasih dengan suami atau istri tercinta. Namun mereka tetap tersenyum bahagia manakala anak-anaknya berkumpul dihadapanya. Tangis bayi dan anak kecil dari cucu-cucunya menjadi penawar lara duka, kesedihan selama anak-anaknya jauh dari dekapannya terobati hingga kesedihan hilang seketika.
Peluk dan cium saat datang dirumah orang tua manakala masih ada dihadapan kita, namun ketika mereka sudah tiada hanya kenangan manis yang membuat air mata menetes berderai tak terasa karena teringat kembali masa lalu terlewati banyak kesempatan yang hilang untuk berbakti kepadanya. Sulit bertemu untuk tatap muka, hal itu karena banyak faktor yang menghalanginya. Padahal, sebenarnya jikalau kita sadar saat membayangkan bagaimana orang tua kita tak mengenal lelah untuk kita besar tumbuh dewasa.
Namun, saat mereka tak berdaya lemah jangankan merawat setiap saat, menengok pun hanya melalui HP dengan chat dan video call sudah dianggap cukup. Pikiran kita selalu karena waktu tak ada sulit membaginya dan uang pun cukup untuk anak istri, saat harus menengok ada resiko memangkas anggaran dapur rumah tangga. Untung saja orang tua kita pemurah dan pemaaf mengerti keadaan anak-anaknya. Sebaliknya, kita kadang tak mengerti kondisi mereka sudah tua renta. Semoga dihari fitri tidak ada alasan untuk tidak menemuinya, setahun sekali berjumpa muka sebuah kewajiban memeluk kasih sayangnya.
Hari ini dan hari esok yang akan datang entah akan ketemu lagi atau tidak bersama mereka berdua, hanya Allah Ta’ala yang memiliki hak preogratif. Kebahagiaan orang tua tiada bandingnya bertemu dengan anak-anaknya manakala sudah besar dan dewasa, apalagi memiliki cucu. Dia akan teringat masa-masa kecil anaknya melewati kesusahan atau kesulitan yang luar biasa, dan senang manakala hari ini melihat kehidupannya cukup bahagia.
Hal itu, pasti akan rasa risau dan gelisah, juga merasa iba saat melihat sudah besar dewasa bahkan sudah berkeluarga namun kehidupannya kurang beruntung. Belum tentu saat orang tuanya susah dan kesulitan, entah sejauhmana anaknya berupaya keras menjaga dan merawat sungguh-sungguh seperti merawat penuh kasaih sayang pada anaknya manakala saat kecil. Begitulah kehidupan dunia pada realitanya. Wajar dan pantas, minimal satu tahun sekali bertemu tatap muka dengan mereka, kecuali jauh dinegeri orang yang tidak mungkin untuk pulang pergi dengan mudah.
Hari fitri bukan hari biasa seperti hari-hari biasa, di hari kesucian ada nilai lain yang dapat mengubah keadaan. Minimal saat hari fitri dapat bertegur sapa dengan sesama, sikap demikian wujud nyata dari menjaga keberagamaan sikap insaniyah dalam bingkai ukhwah Islamiyah. Begitu pula, disaat hari raya fitri di Indonesia ada tradisi yang melegenda yaitu mudik atau pulang kampung halaman kembali ke tempat dimana saat kelahirannya, sekaligus selain menjumpai orang tua manakala masih ada namun juga menjumpai sanak famili kerabat dan sahabat dekat dimasa kecil.
Kebahagian mudik tidak dapat dianggap biasa-biasa, melainkan memiliki nilai-nilai moral luar biasa yang melekat dengan sikap dan prilaku kepribadian diri seseorang dan masyarakat dalam membangun kekuatan persuadaraan sesama, baik satu keyakinan agama maupun beda agama. Hal itulah, orginalitas ilmu ajaran Islam selalu memberi spirit dan motivasi kehidupan pada setiap aktifitas ibadah yang melibatkan publik.
Momentum hari raya fitri salah satu hari spesial, indah dan membahagiakan. Apalagi bagi anak-anak usia belia, dengan suasana libur sekolah dan dibelikan seperangkat pakaian mulai dar sendal atau sepatau, celana, baju dan peci baru. Bahkan ada yang dibelikan lebih dari satu pasang pakaian karena dapat bonus berpuasa tamat satu bulan tanpa batal. Ditambah saat dihari fitri, anak-anak sudah biasa mendapatkan angpau hari raya dari para kerabat saling berbagi.
Banyak dibelahan dunia, lantunan gema takbir mengiris hati akan keagungan Allah Ta’ala yang diselipi rasa kangen dan rindu kepada orang-orang tercinta dan disayangi. Suara takbiran diiringi teralu bedug tanda mengabarkan hal baik kepada umat muslim bahwa sudah tiba hari fitri, malahan dibeberapa daerah ada pawai bedug dulag yang diorkestrasi khas menyambut hari penuh suci.
Kesucian yang membawa bahagia, saling memaafkan antar sesama dalam aktifitas salam-salaman silaturahmi. Namun, tak sedikit pula saat hari fitri dirusak oleh perasaan sikap berlebihan yang menghantarkan prilaku tidak baik yang harus dihindari yaitu pamer-pamer harta benda kekayaan penuh riya antar sesama kerabat, sahabat dan tetangga berujung iri dan dengki. Bahkan saking kelewatan bahagia, generasi usia anak nan remaja membakar mesiu yang dibungkus kertas bekas dalam bulatan hingga saat dibakar ada letupan suara yang memekikan telinga yang dikenal masyarakat disebut petasan.
Hal itu pun membuat suasana hari fitri nan suci mengalami kerusakan, karena mengganggu ketenangan orang-orang. Kadang peristiwa tersebut jika dipandang dalam perspektif wawasan keilmuan Islam, keberagamaan yang baik, bersih dan suci ternodai hanya gara-gara prilaku demikian. Terus apa yang menjadi hari fitri penuh kesucian namun hari raya fitri yang rusak menodai. Sayang dan sangat disesalkan jikalau perbuatan tersebut tidak ada yang mengingatkan, sangat mungkin jika dibiarkan orang-orang yang membiarkanya ikut mendapat tetesan noda, astagfirullah.
Tidak serta merta saat hari fitri nan suci semua dapat menjaga kesuciannya satu detik penutup setelah akhir dari semua kebaikan yang selama ini dicapai pada hari kesucian, tak lama kemudian meneteskan noktah noda setitik warna keburukan. Memang tidak terasa, sulit disadari perbuatan yang dilakukan kerap kali sering menyentuh pada hal-hal yang bersinggungan dengan sikap-sikap kepribadian yang sangat tipis ukuran ketebalan dinding antara keburukan dengan kebaikan.
Percuma dan sia-sia, sebulan penuh mengayuh kebaikan untuk sebuah catatan amal yang menambah beratnya timbangan amal sholih kelak harus dirusak dengan setetes noda dosa yang tidak terasa dan tak disadari. Boleh bergembira ria ikut arus mudik, menikmati indahnya perjalanan yang tidak memperdulikan situasi macet. Rasa bahagia mengalahkan lelahnya macet, sehingga mudik pada akhirmya menjadi spirit ritual sosial. Selain macet, kondisi cuaca panas dan hujan pun justru menjadi motivasi tinggi untuk menikmati bermudik.
Rasa ingin segera sampai dirumah orang tua tak terhindarkan, sejak pergi berangkat wajah orang tua dan kondisi rumahnya sudah ada dalam pelupuk mata. Semangat hari raya fitri 1445 hijriyah, ada yang masih menikmati penuh bahagia namun juga ada diantara kerabat dan sahabat kita dirundung pilu kesedihan.
Semoga hal itu tidak berlanjut lama, segera diganti dengan air mata bahagia. Begitupun kita yang menikmati bahagia untuk tidak jumawa, apalagi sombong dan takabur. Setiap masa ada kehidupan bahagia dan juga ada masanya menghadapi pilunya kesedihan. Setibanya didepan rumah orang tua, rasa bahagia tak terbendung untuk segera memeluk tubuh yang sudah tua renta, kondisi badannya tak setegak dan tak sekekar dahulu saat anak-anaknya usia belia.
Suara yang parau khas usia lansia, mengingatkan kesadaran hati yang paling dalam. Alhamdulillah bagi yang masih ada orang tua, diberi kesempatan memeluk dan meminta maaf darinya. Sementara bagi orang tuanya yang sudah tiada hanya mengurut dada menahan kesedihan, apalagi yang belum diberikan kesempatan ikut membahagiakan semasa hidupnya, rasa sesal dalam dada menyesakkan nafas hingga tak kuat menahan rasa berdosa kepada orang tua.
Semoga dihari yang fitri nan suci, bagi semua orang tuanya yang masih ada didunia tetap semuanya diberikan kesehatan lahir bathin, bagi orang tuanya sudah tiada semoga mendapatkan surga terbaik dari-Nya. Mohon maaf lahir dan bathin, semoga ibadah shalat, zakat, shaum dan ibadah lainnya diterima oleh Sang Maha Kuasa Allah Ta’ala. Aamiin.