Tangkapan Layar: Ketua Jaringan Kyai Santri Nasional (JKSN) Jawa Barat, Dr. H. Saepuloh, M.Pd., saat Mubes di Bandung, belum lama ini

Ketua JKSN Jabar:  Pesantren Itu Bangun Umat

1 minute, 56 seconds Read

BANDUNG — Ketua Jaringan Kyai Santri Nasional (JKSN) Jawa Barat, Dr. H. Saepuloh, M.Pd., secara terbuka. Dia mengkritik sikap Pemerintah Provinsi Jawa Barat dinilai tak berpihak. Dan bahkan memunculkan narasi negatif terhadap pondok pesantren.

Dalam sambutannya pada Musyawarah Besar Pondok Pesantren Se-Jawa Barat di Ponpes Sirnamiskin. Dia menegaskan bahwa pondok pesantren bukan sekadar tempat belajar agama. Namun, pilar penting pendidikan karakter, penjaga akhlak bangsa, penopang ekonomi umat. Dan penyelesai masalah sosial tengah masyarakat.

“Pesantren bukan hanya lembaga keagamaan. Ia adalah institusi yang menyentuh langsung kehidupan rakyat. Tapi saat ini, mohon maaf, saya risih melihat sikap Pemprov Jawa Barat. Bukannya membangun dan mendukung pesantren. Tetapi justru membangun opini publik yang memojokkan,” kata Saepuloh.

Dia menyesalkan munculnya framing negatif terhadap pesantren yang seolah-olah menjadi sarang masalah. “Kalau ada oknum pondok pesantren yang melanggar, ya diproses hukum saja. Jangan kemudian digeneralisasi. Jangan pesantren dikorbankan demi konten viral,” tegasnya.

Saepuloh  menambahkan menyoroti ketimpangan dalam penyaluran bantuan dan hibah ke pesantren. “Kalau memang yang menerima bantuan itu hanya pondok itu-itu saja. Maka yang perlu diperbaiki adalah regulasinya. Negara tidak boleh tunduk hanya pada jaringan politik tertentu,” ujarnya tegas.

Tak hanya mengkritik, Saepuloh menyampaikan pesan langsung kepada Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

“Wahai Bapak Gubernur yang terhormat, dulu sebelum terpilih. Bapak datang ke pesantren, sowan ke para kyai. Tapi setelah duduk di kursi kekuasaan, mengapa enggan melibatkan pesantren untuk membangun Jawa Barat yang istimewa. Apakah pesantren hanya dijadikan alat kampanye,” ucapnya tajam.

Mubes dihadiri ratusan pengasuh pesantren itu pun menjadi panggung moral. Hal itu, untuk menyatakan bahwa pesantren tidak akan diam. “Marilah kita bersuara, walau seperti menerjang ombak besar. Biarlah kita menjadi karang-karang kecil yang memecah gelombang itu. Agar tidak merusak pesisir nilai dan peradaban,” pungkas Saepuloh, disambut takbir dari peserta. <Yadi/geobdg>

Share us:

Similar Posts