Pemerintah Filiphina Tutup Sekolah Akibat Cuaca Panas Ekstrem

2 minutes, 9 seconds Read

BANDUNG — Pemerintah Filipina kini terpaksa menutup sementara beberapa sekolah dan membatalkan kelas tatap muka akibat cuaca panas ekstrem sampai di atas 40 derajat Celsius, belum lama ini. Hal itu, dilansir dari AFP, Pemerintah Quezon menutup sekolah dasar dan menengah untuk sementara demi menghindari risiko cuaca terpanas di kawasannya.

Bahkan, pejabat di wilayah lain turut memberikan opsi pembelajaran jarak jauh atau secara daring (online) bagi sekolah-sekolah di negara kepulauan itu. Sedangkan, sekolah yang tak ditutup atau tak melakukan pembelajaran jarak jauh memilih mempersingkat jam pelajaran agar terhindar dari waktu terpanas pada hari itu.

Menurut prediksi cuaca setempat, cuaca panas ekstrem dapat menimbulkan risiko kram panas dan kelelahan. Terlebih, jika seseorang terpapar dalam jangka waktu yang lama.

“Ya, indeks panas 42 hingga 51 derajat Celsius bisa menyebabkan kram panas dan kelelahan akibat panas dengan serangan panas. Hal itu, mungkin terjadi jika paparan berlangsung terus-menerus,” ucap prediksi cuaca setempat, dikutip Minggu Sabtu (6/4/2024).

“Kram panas dan kelelahan panas juga terjadi pada suhu 33-41 derajat Celsius,” paparnya.

Sementara itu, Ibu Kota Filipina, Manila juga mengalami cuaca ekstrem, yakni panas hingga suhu 42 derajat celsius. Hal itu, menyebabkan indeks panas menetapkan Manila dalam “tingkat berbahaya”.

Sebelumnya, Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) telah memberikan kode merah terkait keadaan iklim global pada 19 Maret 2024 lalu. Dilaporkan, es di kutub mencair dengan tingkatan yang semakin cepat jika dibandingkan beberapa tahun sebelumnya.

Selain itu, WMO juga menyoroti semakin banyaknya bencana yang terjadi akibat perubahan iklim. Di sisi lain, WMO menyatakan langkah dunia soal perubahan iklim masih perlu ditingkatkan, terutama dari unsur pendanaan.

“Pada 2021-2022, aliran keuangan global terkait iklim meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan 2019-2020. Namun, masih hanya mewakili 1 persen dari PDB global,” menurut laporan organisasi nirlaba Climate Policy Initiative yang dikutip oleh WMO.

“Aliran keuangan itu, berjumlah US$1,3 triliun setara dengan PDB Indonesia dan sekitar setengah PDB Perancis sebagai perbandingan. Namun, investasi perlu ditingkatkan enam kali lipat dan mencapai US$9 triliun pada 2030 agar tetap berada dalam target 1,5 derajat Celcius ditetapkan oleh Perjanjian Paris,” tandasnya. <Anto/geobdg>

Share us:

Similar Posts