BANDUNG — Dalam rukun ibadah haji erat hubungannya dengan mengenang kembali yang pernah dilakukan para nabi. Ibadah Sa’i misalnya, yakni berjalan kaki antara bukit Shafa dan Marwah pulang pergi sebanyak tujuh kali. Menurut sebagian riwayat, hal seperti itu pernah dilakukan oleh Siti Hajar. Ketika ia berusaha mencari air untuk anaknya, Ismail, yang hampir mati karena kehausan.
Hajar dan putranya Ismail yang masih bayi itu. Ditempatkan oleh Nabi Ibrahim di suatu daerah, yang sekarang di seputar Masjidil Haram, Makkah. Nabi Ibrahim kemudian kembali ke Palestina setelah menempatkan istri dan anak tunggal-nya di daerah itu. Tempat tersebut dulunya berupa dataran rendah atau lembah gersang yang dikelilingi bukit-bukit berbatu yang disebut “Bakkah”. Di sana tidak ada sumber air, tumbuh-tumbuhan, tidak ada tempat untuk bernaung dan tak berpenghuni.
Nabi Ibrahim merasa sedih meninggalkan istri dan putra tunggal yang amat dicintainya. Didaerah yang amat gersang itu sehingga beliau mengadu kepada Allah Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha-Penyayang, yang senantiasa melimpahkan rahmat-Nya. Ia berkata:
“Wahai Tuhan kami. Sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati. Wahai Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, semoga mereka bersyukur.” (QS Ibrahim [14]:37).
Tidak berapa lama setelah Nabi Ibrahim meninggalkan istrinya Hajar dan anak tunggalnya Ismail, persediaan air yang mereka bawa telah habis. Namun Hajar masih dapat membahagiakan anaknya yang masih bayi itu dengan air susunya yang murni. Tetapi karena ia sendiri tidak minum, lama-kelamaan air susunya tidak keluar lagi. Sebagai seorang ibu, ia merasakan kesedihan yang luar biasa. Hatinya merasa tersayat-sayat dengan sembilu, tidak rela melihat anak bayinya yang masih suci itu mengalami kehausan yang amat sangat.
Kemudian ia berikhtiar mencari air, berlari antara bukit Shafa dan Marfah sampai tujuh kali. Ketika di bukit Marwah dan ia tidak berhasil memperoleh air, ia kembali kepada anaknya. Sumber air tersebut menurut salah satu riwayat kemudian menjadi sumber air zamzam. Air itu amat terkenal, sampai saat ini sumber air Zamzam itu dapat memasok puluhan ribu liter air setiap jam, untuk memenuhi kebutuhan para jamaah haji.
Mereka yang melakukan ibadah Sa’i dengan mengibaratkan melakukan napak tilas perjalanan yang dilakukan Siti Hajar, akan dapat menghayati ibadah itu dengan baik. Setiap jamaah haji atau jamaah umrah yang memerankan dirinya seperti Hajar, Ismail, Ibrahim dan sebagainya, ibadahnya menjadi bermakna dan berisi. Pemahaman dan penghayatan seperti itu hendaknya diterapkan juga saat kita melempar jumrah, wukuf di Arafah, tawaf, bermalam di Mina dan kegiatan-kegiatan lainnya dalam ibadah haji.
Pada waktu jamaah haji melakukan ziarah ke tempat-tempat bersejarah, seperti ke Gua Hira, gua Tsur, Dar Maulud Nabi, Dar Siti Khadijah dan tempat bersejarah lainnya juga hendaknya dihayati dengan baik.
“Sesungguhnya rumah yang pertama kali dibangun untuk tempat beribadah manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (QS Ali-Imran 3:96).
Selain memperhatikan dan memahami peristiwa masa lalu, dalam ibadah haji diperlukan juga bekal yang cukup. Bekal itu adalah persiapan mental dan fisik serta pemahaman yang baik mengenai ibadah haji.
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal”. (Q.S. Al-Baqarah, 2: 197).
Ayat ini menegaskan bahwa bekal ibadah haji sangat penting, yaitu kesiapan mental agar tidak melakukan rafats. Rafats adalah segala aktivitas refleksi dan perenungan terhadap hal yang bersifat pornografi dan porno-aksi. Fasik adalah tindakan, perbuatan, perilaku yang tercela dan merugikan orang lain.
Termasuk dalam perilaku fasik adalah mengambil milik orang lain, mencela dan menyakiti sesamanya. Sedangkan jidal adalah perdebatan yang keras dan menyebabkan permusuhan diantara para jemaah haji.
<Anto/Geobdg>.