MESKIPUN sudah hampir satu abad, bangunan peninggalan zaman kolonial Belanda masih terlihat kokoh berdiri. Dipadu dengan arsitektur gaya Eropa, bangunan itu terlihat sangat menonjol dari bangunan yang ada di sekitarnya.
Bangunan itu berdiri gagah. Jika kita masuk kedalamnya, hawa sejuk sangat terasa meskipun di luar cuaca sangat panas. Padahal, di ruangan itu tidak sedang menyalakan AC/penyejuk udara.
Sebagian orang mengaitkan bangunan itu dengan mistis atau apapun yang berbau magis. Namun, jika dilihat dari sudut pandang ilmu pengetahuan khususnya dibidang arsitektur dan rancang bangun, ternyata bisa dijelaskan. Mengapa bangunan dengan arsitektur gaya kolonial cenderung lebih dingin dan terasa sejuk.
Dikutip dari Wikipedia, bangunan arsitektur era kolonial yang masih dapat dijumpai antara lain:
kantor Rektorat Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan Gedung Sate.
Dulu kantor Rektorat UPI bekas bangunan rumah pribadi Berretty. Tetapi, kemudian diubah menjadi hotel setelah kematiannya. Sedangkan Gedung Sate adalah kantor Gubernur Jawa Barat.
Ashar Saputra, PhD, dosen Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM), mengatakan bahwa terdapat sejumlah alasan mengapa bangunan era Belanda bisa terasa sejuk.
Hal itu, menurut Ashar, merupakan pengaruh berbagai faktor, antara lain unsur yang ada dalam bangunan itu sendiri, mulai dari dinding, atap, hingga lantainya.
Ashar menjelaskan, biasanya bangunan jaman Belanda menggunakan dinding bata yang tebal. Secara teori itu akan lebih bisa menahan panas dari luar. Faktor lainnya yang berpengaruh, umumnya bangunan Belanda menggunakan atap yang tinggi, dengan sudut kemiringan lebih dari 50 derajat.
Hal tersebut membuat ruang udara yang lebih luas yang dapat menahan panas dari atas, sehingga suhu di ruangan akan tetap sejuk. Selain itu, bangunan dilengkapi sistem sirkulasi udara yang baik, dengan pintu yang tinggi dan lebar serta dilengkapi lubang angin di atasnya.<Eman Rusiyaman>