Tangkapan Layar: Ilustrasi Jemaah sedang sholat Jum'at di Masjidil Haram, Kota Makkah, Arab Saudi.

Napak Tilas Para Nabi di Ritual Ibadah Haji

3 minutes, 56 seconds Read

BANDUNG — Dalam rukun ibadah haji, beberapa kegiatan erat hubungannya dengan mengenang kembali yang pernah dilakukan para nabi dan orang-orang shaleh di masa lalu. Ibadah Sa’i misalnya, yakni berjalan kaki antara bukit Shafa dan Marwah pulang pergi sebanyak tujuh kali.

Menurut riwayat, hal seperti itu dilakukan oleh Siti Hajar. Ketika berusaha mencari air untuk putranya yang masih bayi, karena kehausan. Ismail ditempatkan oleh Nabi Ibrahim di suatu daerah, sekarang di seputar Masjidil Haram, Makkah. Ibrahim kemudian kembali ke Palestina setelah menempatkan istri dan anak tunggal-nya di daerah itu.

Tempat tersebut dulunya berupa dataran rendah atau lembah gersang yang dikelilingi bukit-bukit berbatu yang disebut “Bakkah”. Di sana tak ada sumber air, tumbuh-tumbuhan, tidak ada tempat untuk bernaung dan tak berpenghuni.

Nabi Ibrahim merasa sedih meninggalkan istri dan putra tunggal yang amat dicintainya itu. Di daerahnya amat gersang itu. Sehingga beliau mengadu kepada Allah, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Senantiasa melimpahkan rahmat-Nya. Ia berkata:

“Wahai Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah. Hal itu yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati. Wahai Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka. Dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, semoga mereka bersyukur.” (QS Ibrahim [14]:37).

Tak berapa lama, setelah Nabi Ibrahim meninggalkan istrinya, persediaan air yang mereka bawa telah habis. Hajar dan anak tunggalnya Ismail, bertahan dengan air susunya. Tetapi karena ia sendiri tidak minum, lama-kelamaan air susunya kering. Naluri seorang ibu, merasakan kesedihan yang luar biasa. Hajar merasa hatinya tersayat-sayat, dan tidak rela melihat anak bayinya mengalami kehausan.

Kemudian Hajar berikhtiar mencari air, berlari antara bukit Shafa dan Marwah sampai tujuh kali. Ketika di bukit Marwah, ia kembali kepada anaknya, dan didapati sumber air. Menurut salah satu riwayat kemudian sumber air itu dikenal, sumur zamzam. Sampai saat ini sumber air Zamzam itu dapat memasok puluhan ribu liter air setiap jam, dan dapat memenuhi kebutuhan para jamaah haji.

Melakukan ibadah Sa’i, mengibaratkan melakukan napak tilas perjalanan yang dilakukan Siti Hajar. Setiap jamaah haji atau jamaah umrah, memerankan dirinya seperti dilakukan Siti Hajar, Ismail, Ibrahim. Tentunya menghayati ibadahnya dengan baik akan menjadi bermakna dan berisi.

Pemahaman dan penghayatan seperti itu diterapkan juga saat kita melempar jumrah. Wukuf di Arafah, tawaf, bermalam di Mina. Begitu juga kegiatan lainnya dalam ritual ibadah haji atau umroh, melakukan ziarah ke tempat-tempat bersejarah. Seperti ke Gua Hira, gua Tsur, Dar Maulud Nabi, Dar Siti Khadijah. Dan tempat bersejarah lainnya, hendaknya dihayati dengan baik.

“Sesungguhnya rumah yang pertama kali dibangun untuk tempat beribadah manusia, ialah Baitullah. Tentunya juga di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (QS Ali-Imran 3:96).

Selain memperhatikan dan memahami peristiwa masa lalu. Melakukan ibadah haji diperlukan bekal yang cukup. Bekal itu adalah persiapan mental dan fisik serta pemahaman yang baik mengenai ibadah haji.

“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi. Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji. Maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan. Niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal”. (Q.S. Al-Baqarah, 2: 197).

Ayat ini menegaskan bahwa bekal ibadah haji sangat penting. Yakni kesiapan mental agar tidak melakukan rafats. Rafats adalah segala aktivitas refleksi dan perenungan terhadap hal yang bersifat pornografi dan porno-aksi.

Fasik adalah tindakan, perbuatan, perilaku yang tercela dan merugikan orang lain. Termasuk dalam perilaku fasik adalah mengambil milik orang lain. Mencela dan menyakiti sesamanya. Sedangkan jidal adalah perdebatan yang keras dan menyebabkan permusuhan diantara para jemaah haji. <Anto/geobdg>

Share us:

Similar Posts