BANDUNG — Harga komoditas tambang nikel terus mengalami penurunan hal itu membuat banyak perusahaan tambang yang tutup di beberapa negara. Tetapi, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menklarifikasi bahwa hal tersebut tak terjadi di Indonesia.
Luhut mengatakan, bahwa di Indonesia tak akan ikut-ikutan menutup tambang nikel seperti di berbagai Negara di Dunia.
“Ya nggak apa-apa, biarin saja tambang-tambang dunia pada tutup, tetapi di kita gak ada alias tidak ikut-ikutan,” katanya, ditemui di Kantor Kemenko Marves, Jakarta, dikutip CNBC Indonesia, Sabtu 10 Pebruari 2024.
Hal tersebut, banyaknya pertambangan nikel yang tutup itu, karena dinilai sebagai dampak dari anjloknya harga nikel dunia. Tetapi, di Indonesia dinilai sebagai “biang kerok” atas kondisi itu. Tak sedikit fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel di RI, saat ini membuat pasokan nikel RI melimpahi dunia.
Tanggapi situasi ini, kata Luhut, harga nikel yang ada saat ini terperosok tak disinyalir oleh program hilirisasi nikel di Indonesia. Pihaknya menilai, harga nikel ini harus dilihat sebagai jangka panjang, minimal 10 tahun terakhir.
“Kata siapa itu, nggak ada (Indonesia jadi alasan harga nikel anjlok) hoaxs itu. Saya berkali-kali sudah katakana bahwa kalau mau lihat itu ya harus 10 tahun terakhir. Kali ini naik, sama saja seperti batu bara,” ujarnya.
Menurut dia, harga pada sebuah komoditas, tak hanya nikel, termasuk batu bara dan komoditas lainnya. Hal itu, perlu dilihat secara kumulatif dan dihitung rata-ratanya berapa, begitu.
“Hal ini, kan at the end cari equilibrium-nya. Dia kan cari tahu sendiri. Coba apa saja komoditi itu, lihatnya tidak boleh setahun atau dua tahun, tetapi harus 5-10 tahun,” tandasnya.
“Ya, itu harus dilihat kumulatif semua harganya. Lalu, melihat di harga rata-ratanya berapa, begitu,” timpal Luhut.
<Anto/geobdg>