BANDUNG — Kini perputaran uang menyusut di Indonesia saat pertumbuhan ekonomi masih terus tumbuh di kisaran 5%. Hal itu, sempat menjadi kekhawatiran Presiden Joko Widodo, pada akhir tahun lalu. Kepala negara kala itu menilai masalah itu muncul karena uang masyarakat kebanyakan masuk ke instrumen investasi Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia. Seperti Surat Berharga Negara (SBN), Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI).
“Ya, kemungkinan terlalu banyak dipakai untuk membeli SBN, atau SRBI atau SPBI. Sehingga masuk ke sektor riil menjadi berkurang,” ungkap Jokowi dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2023, pada Minggu (22/9/2024).
Baca juga: Terkuak, Misteri Harta Karun Emas 57.000 Kg Milik Soekarno
Usai menyampaikan kekhawatirannya itu, likuiditas bank mulai menunjukkan perbaikan. Pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) mengalami akselerasi, walaupun masih terpaut jauh dibandingkan dengan pertumbuhan kredit.
Tapi, pada paruh pertama tahun ini, pertumbuhan DPK kembali melambat dalam dua bulan beruntun. DPK tumbuh melambat, terutama pada rekening giro. Membuat kekhawatiran Jokowi kembali menyeruak jelang dia lengser pada Oktober mendatang.
Bank Indonesia (BI) menunjukkan pertumbuhan DPK melandai menjadi 7,5% (year on year/yoy) pada Juli 2024 atau lebih rendah. Dibandingkan Juni 2024 berada di angka 8,2% yoy. DPK melandai dua bulan beruntun setelah menyentuh titik tertingginya pada Mei 2024 yakni 8,5% yoy. <Anto/geobdg>