BANDUNG — Pemerintah Pusat melalui Kementerian PUPR dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan melanjutkan Tol dalam Kota Bandung (Bandung Intra Urban Toll Road/BIUTR). Hal itu, tentang proyek tol ini disebut-sebut sudah dicanangkan sejak 2005 silam.
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna mengungkapkan saat ini dalam tahap penyiapan lahan untuk pembangunannya.
Tetapi dalam mengeksekusi pembebasan lahan ini, dibutuhkan pendanaan yang tak sedikit. Sejumlah skema pendanaan tengah dipertimbangkan, termasu kerja sama dengan Jepang.
“Ya, kita lagi coba lihat mana yang paling cepat bisa kita lakukan (pendanaan). Termasuk dalam beberapa kali diskusi dengan JICA (Japan International Cooperation Agency), mereka masih berminat untuk mendanai proyek ini,” ungkap Herry di Kementerian PUPR, di Jakarta, dilansir Detik, Sabtu, 9 Maret 2024.
Sebelumnya JICA sempat menandatangani kesepakatan untuk memberikan dukungan pendanaan dalam pembangunan tol ini pada awal masa penggagasannya. Tetapi menurut Herry, proyek ini mangkrak dan akhirnya digagas ulang pada 2024 ini.
“Hal ini kita dorong lagi dengan mereka, tentu asumsi-asumsi dia yang dulu kan sudah berubah tuh (dibandingkan yang sekarang). Ya kita sesuaikan,” paparnya.
Permasalahan Pembebasan Lahan
Herry menuturkan masalah utama dalam proyek pembangunan tol ini adalah pembebasan lahan. Katanya, di salah satu titik jalur pembangunannya ada penyempitan jalan. Akibat ketidakpastian tanah inilah, proyek tersebut akhirnya mangkrak.
“Ada usulan waktu itu prakarsa dari badan usaha, karena ada yang usul seperti itu. Tetapi ujung-ujangnya kelihatannya berat karena tanah tadi, kan harus bebasin tanah dan lain sebagainya, dia menyerah, nggak ikut,” tutur dia.
Namun, Herry lebih optimistis dengan rencana saat ini karena opsi pendanaan sudah semakin berkembang dibandingkan beberapa dekade lalu. Pihaknya juga tengah mempertimbangkan sejumlah opsi pendanaan dalam mendukung proyek ini.
“Kemarin sih mau kita dorong, sudah ada pembahasan beberapa kali dengan KIAT (Kemitraan Indonesia Australia untuk Infrastruktur) untuk dilakukan dengan konsep conquer success fee,” tukas Herry.
“Selama ini penyiapan oleh pemerintah, sering sekali kayak sekarang ada di tengah kan nggak bisa kita nyiapkan. Kalau dengan success fee nanti yang nyiapin itu badan penyiapan namanya, swasta. nanti akan dibayar, ngutang, yang akan dibayar oleh pemenang lelang kalo finansial close,” tandasnya.
Herry menjelaskan, dengan sistem tersebut nantinya yang membayar ialah sang pemenang lelang, sehingga pemerintah tidak perlu menganggarkan. Skema ini awalnya sempat akan diterapkan sebagai piloting sehingga bisa mempercepat proses penyiapan.
Hal itu, untuk pendanaan pembebasan lahan proyek ini tidak dapat menggunakan bantuan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) karena sudah bukan lagi Proyek Strategis Nasional (PSN). Meski begitu, menurutnya tidak menutup kemungkinan bahwa proyek ini akan kembali masuk ke jajaran PSN di masa pemerintahan yang akan datang.
“(Bisa diusulkan ke PSN kembali), dengan langkah-langkah lebih konkrit dan pasti, termasuk pembangunannya bisa bertahap harusnya. Tahap awal dari region dulu lah, gimana Pasteur-nya nggak macet kayak sekarang sampai ke Gasibu. Itu kan relatif kebutuhan tanahnya, semestinya cukup. Problem itu setelah ke sana yang mau ke Ujung Berung,” katanya. <Anto/geobdg>