Tangkapan Layar: Sebuah wabah penyakit langka dan mematikan melanda Jepang. Bahkan, angka infeksinya telah mencapai rekor terbaru. (Intisari Online).

Jepang dilanda Wabah Penyakit Langka dan Mematikan

3 minutes, 32 seconds Read

BANDUNG   Haboh masyarakat Jepang dilanda wabah penyakit langka dan mematikan. Bahkan, angka infeksinya pun sudah mencapai rekor terbaru.

Wabah penyakit ini, yang melanda merupakan bentuk penyakit streptokokus grup A, Streptococcal Toxic Shock Syndrome (STSS). Penyakit streptokokus ini diketahui sangat menular, menimbulkan lonjakan kasus di Negeri Sakura tersebut.

Institut Penyakit Menular Nasional Jepang (NIID) mencatat 941 kasus STSS dilaporkan pada tahun lalu. Dalam dua bulan pertama tahun 2024 ini, mencapai 378 kasus telah tercatat. Teridentifikasi dengan infeksi di semua prefektur kecuali dua dari 47 prefektur di Jepang.

NIID mengungkapkan bahwai penyakit ini lebih banyak menyerang orang lanjut usia. Tetapi angka kematiannya lebih besar di golongan penduduk di bawah 50 tahun.

Dikutip dari Asahi Shimbun, dari 65 orang berusia di bawah 50 tahun yang didiagnosis STSS antara Juli dan Desember 2023. Hampir sepertiganya atau 21 orang, meninggal.

“Masih banyak faktor yang tak diketahui mengenai mekanisme di balik bentuk streptokokus fulminan (parah dan tiba-tiba). Sehingga kami belum berada pada tahap untuk menjelaskannya,” kata NIID. di rilis oleh The Guardian, Inggris belum lama ini.

Sebagian besar kasus STSS disebabkan oleh bakteri yang disebut streptococcus pyogenes. Di kenal sebagai radang A, penyakit ini menyebabkan sakit tenggorokan, terutama pada anak-anak. Banyak orang mengidap penyakit ini tanpa menyadarinya dan tak menjadi sakit.

Bakteri Mematikan

Bakteri ini dalam beberapa kasus ditemukan bisa menimbulkan penyakit serius. Komplikasi kesehatan, dan kematian, terutama pada orang dewasa di atas 30 tahun. Sekitar 30% kasus STSS berakibat fatal.

Orang lanjut usia bisa mengalami gejala seperti pilek, dalam kasus yang jarang terjadi. Gejalanya dapat memburuk hingga mencakup radang tenggorokan, radang amandel, pneumonia, dan meningitis.

Dalam kasus yang paling serius, hal ini dapat menyebabkan kegagalan organ dan nekrosis.

Beberapa ahli percaya peningkatan pesat kasus pada tahun lalu. Terkait dengan pencabutan pembatasan yang diberlakukan selama pandemi virus corona. Pada bulan Mei 2023, Tokyo menurunkan status Covid-19 dari kelas dua menjadi kelas lima. Sehingga secara hukum setara dengan flu musiman.

Langkah ini juga mendorong masyarakat untuk menurunkan kewaspadaan mereka. Pemerintah juga tidak dapat lagi memerintahkan orang yang terinfeksi untuk tidak bekerja atau merekomendasikan rawat inap.

50 Peraen telahTerinfeksi

Ken Kikuchi, seorang profesor penyakit menular di Universitas Kedokteran Wanita Tokyo, menuturkan. Dia “sangat prihatin” dengan peningkatan dramatis jumlah pasien dengan infeksi streptokokus invasif yang parah tahun ini.

Dia yakin reklasifikasi Covid-19 adalah faktor terpenting di balik peningkatan infeksi streptokokus pyogenes. Menyebabkan lebih banyak orang mengabaikan langkah-langkah dasar untuk mencegah infeksi, seperti disinfeksi tangan secara rutin.

“”Ya, pendapat saya, lebih dari 50% orang Jepang sudah terinfeksi Sars-CoV-2 (virus penyebab Covid-19),” tutur Kikuchi.

“Status imunologi masyarakat usai pulih dari Covid-19 mungkin mengubah kerentanan mereka terhadap beberapa mikroorganisme. Kita perlu memperjelas siklus infeksi penyakit streptokokus pyogenes invasif yang parah dan segera mengendalikannya,” paparnya.

Infeksi streptokokus, seperti halnya Covid-19, menyebar melalui tetesan dan kontak fisik. Bakteri ini juga dapat menginfeksi pasien melalui luka di tangan dan kaki.

Infeksi Strep A diobati dengan antibiotik, namun pasien dengan penyakit streptokokus grup A invasif. Parah kemungkinan memerlukan kombinasi antibiotik dan obat lain, serta perhatian medis intensif.

Menteri Kesehatan Jepang Keizo Takemi merekomendasikan. Agar masyarakat melakukan tindakan pencegahan kebersihan dasar yang sama terhadap penyakit strep A. Menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari selama pandemi virus corona.

“Kami ingin masyarakat mengambil langkah-langkah pencegahan. Seperti menjaga kebersihan jari dan tangan, dan menerapkan etika batuk,” tuturnya, dilansir Japan Times, beberapa waktu lalu. <Anto/geobdg>

Share us:

Similar Posts