BULAN adalah dunia yang berbeda. Artinya terbuat dari lapisan-lapisan dengan komposisi berbeda-beda. Material terberat telah tenggelam ke pusat Bulan, dan material teringan telah naik ke permukaan. Studi tentang gravitasi bulan, rotasi, dan gempa telah membantu kita memahami lapisan Bulan.
Di pusat Bulan terdapat inti logam yang padat. Inti ini sebagian besar terdiri dari besi dan sebagian nikel. Inti Bulan relatif kecil (sekitar 20% diameternya) dibandingkan dengan planet terestrial lainnya (seperti Bumi) dengan inti berukuran mendekati 50% diameternya.
Di atas inti terdapat mantel dan kerak Bulan. Perbedaan komposisi antara lapisan-lapisan ini menceritakan kisah bahwa Bulan sebagian besar, atau bahkan seluruhnya, terdiri dari lautan magma yang luas pada awal sejarahnya. Saat lautan magma mulai mendingin, kristal terbentuk di dalam magma.
Bongkahan mineral mantel yang lebih padat, seperti olivin dan piroksen, tenggelam ke dasar laut. Mineral yang lebih ringan mengkristal dan melayang ke permukaan membentuk kerak Bulan. Mantel bulan, dengan ketebalan sekitar 1.350 km, jauh lebih dalam dibandingkan kerak bumi, yang memiliki ketebalan rata-rata sekitar 50 km.
Kerak bulan lebih tipis pada sisi Bulan yang menghadap Bumi, dan lebih tebal pada sisi sebaliknya. Para peneliti masih berupaya untuk mengetahui mengapa hal ini bisa terjadi.
Daerah terang di Bulan dikenal sebagai dataran tinggi. Fitur gelap, yang disebut maria (bahasa Latin untuk laut), adalah cekungan tumbukan yang dipenuhi lava antara 4,2 dan 1,2 miliar tahun yang lalu.
Area terang dan gelap ini mewakili batuan dengan komposisi dan usia berbeda, yang memberikan bukti bagaimana kerak bulan awal mungkin mengkristal dari lautan magma bulan. Kawah-kawah itu sendiri, yang telah terawetkan selama miliaran tahun, memberikan dampak sejarah bagi Bulan dan benda-benda lain di tata surya bagian dalam.
Hampir seluruh Bulan ditutupi oleh tumpukan puing-puing abu-abu arang, debu berbentuk tepung, dan puing-puing batuan yang disebut regolit bulan. Di bawahnya terdapat wilayah batuan dasar retak yang disebut megaregolit.
Dengan atmosfer yang terlalu tipis untuk menghalangi dampaknya, hujan asteroid, meteoroid, dan komet yang terus-menerus akan menghantam permukaan. Selama miliaran tahun, permukaannya telah hancur menjadi pecahan-pecahan mulai dari batu besar hingga bubuk. <Dede Sudrajat, dari NASA Science>