BANDUNG — Deputi Direksi Wilayah V Siswandi mengatakan bahwa dari hasil monitoring dan evaluasi (Monev). BPJS Kesehatan Kedeputian Wilayah V, menunjukkan dari 27 Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Jawa Barat. Masih ada 8 kabupaten yang belum mencapai Universal Health Coverage (UHC).
Hal itu, seperti Kab. Tasikmalaya (80,53%), Kab. Ciamis (81,14%), Kab. Garut (89,09%), Kab. Indramayu (90,14%), Kab. Bandung Barat (90,95%), Kab. Cianjur (91,11%), Kab. Bogor (93,32%), dan Kab. Sumedang (93,44%).
“Hal ini, tentu menjadi tantangan bersama dalam mewujudkan UHC 98%. Keaktifan peserta minimal 85% sesuai RPJMN, dan pengumpulan iuran serta tunggakan iuran JKN yang lancar di Provinsi Jawa Barat. Namun, kami masih yakin adanya dukungan dari Pemda dan seluruh stakeholder, hal itu bisa terwujud di tahun 2024 ini”, katanya.
Selain dari sisi kepesertaan, katanya. Keberlanjutan Program JKN dipengaruhi dari peserta aktif yang membayar iuran secara tepat waktu dan tepat jumlah. Tetapi, hasil laporan BPJS Kesehatan per 31 Maret 2024. Jawa Barat total masih memiliki tunggakan utang Iuran Wajib Pemda, Iuran Kepala Desa dan Perangkat Desa. Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) Pemda, Bantuan Iuran Pemda. Bantuan Iuran Peserta PBPU Kelas 3 Mandiri, serta Kurang Salur Bantuan Keuangan Provinsi atas iuran PBPU Pemda.
“Ya, kalau kita total sebesar 395,5 miliar rupiah. Hal itu, masih banyak juga pemerintah daerah mulai dari tingkat provinsi/kabupaten/kota yang belum memenuhi kelengkapan 5 komponen penghasilan dalam perhitungan iuran wajib JKN bagi ASN daerahnya,” terang Siswandi.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial. Prof Nunung Nuryartono menekankan pada adanya Inpres No.1 Tahun 2022 sudah menginstruksikan 11 tugas kepada Pemerintah Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota), supaya segera mengambil langkah-langkah strategis yang diperlukan untuk melakukan maksimalisasi pelaksanaan Program JKN.
“Kemenko PMK terus memantau secara reguler pelaksanaan seluruh rencana aksi pelaksanaan Inpres 1/2022 dan melaporkannya kepada Presiden RI untuk terus melanjutkan Program JKN,” sambungnya.
Narasumber dari Kementerian Keuangan yang hadir juga menyampaikan data sumber pembiayaan dana transfer pusat yang dapat digunakan untuk pendanaan JKN antara lain adalah Dana Alokasi Umum (DAU) earmarked Kesehatan, yang berdasarkan data tahun 2023, belum sepenuhnya digunakan Pemda untuk keperluan Kesehatan,
Pajak Rokok dan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) termasuk penggunaan Dana Otonomi Khusus (Dana Otsus). Dalam kesempatan ini Kementerian Keuangan juga memberikan alternatif mekanisme pemotongan DAU sebagai solusi penyelesaian tunggakan Pemda yang telah menahun.
Selama 2023 lalu, pasalnya, total biaya pelayanan kesehatan di seluruh Provinsi Jawa Barat mencapai 26,7 triliun rupiah. Dana itu, tentunya bisa dimanfaatkan untuk perbaikan mutu pelayanan kesehatan di Jawa Barat, yang sangat dibutuhkan oleh peserta program JKN.
Hal itu, dari 28 Pemda dibagi ke dalam 2 kelompok. untuk dilakukan pendalaman substansi lebih detail yang dipimpin oleh Asisten Deputi Jaminan Sosial Kemenko PMK. Niken Ariati, Sesi pendalaman dilakukan dengan membahas satu persatu masalah yang dihadapi setiap Pemda. Antara lain dengan memaparkan nilai kapitasi dan klaim RS yang dibayarkan BPJS Kesehatan. Besaran tunggakan iuran Pemda dan alternatif penyelesaiannya, anggaran yang dialokasikan Pemda pada tahun 2024, dan potensi alokasi DBH/DAU.
Hasil monev menunjukkan bahwa hampir seluruh daerah telah mencapai UHC. Tetapi masih ada kendala mulai dari jumlah keaktifan peserta yang rata-rata hanya di angka 73,59%. Selain itu, adanya tunggakan dalam pembayaran iuran oleh Pemda. Baik Iuran PBPU Pemda, Bantuan Iuran PBPU Pemda, Bantuan Iuran PBPU Kelas 3 Mandiri. Hingga Iuran Wajib Pemda atas ASN daerahnya. <Krisbianto/geobdg>