BANDUNG — Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey secara tegas menolak aturan zonasi. Khususnya penjualan rokok di dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan. Menurutnya aturan itu sangat ambigu, sehingga akan sulit untuk dilaksnakan.
“Dalam RPP Kesehatan ada ayat menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang menjual rokok kurang dari 200 meter. Hal itu dari pusat pendidikan (sekolah). Ini sangat ambigu, karena bagaimana praktik di lapangannya? Untuk mengukurnya 200 meter itu pelaksanaannya bagaimana? Bawa meteran,” ungkap Roy, pada awak media dilansir CNBC Indonesia, Sabtu, 29 Juni 2024.
“Ya, memang ini masih RPP Kesehatan tetapi nanti akan jadi Peraturan Pemerintah (PP). Hal ini, ya pelaksanaannya kan harus detail,” papar dia.
Roy menilai, akan jauh lebih efektif jika pemerintah mendorong implementasi dari PP 109 Tahun 2012. Hal ini, tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Aturan itu sudah jelas melarang penjualan rokok kepada usia di bawah 21 tahun. Daripada memasukkan aturan zonasi penjualan rokok ke dalam RPP Kesehatan.
“(Aturan batas zonasi 200 meter dari pusat pendidikan) tentu tak akan mudah diimplementasikan. Sulit juga untuk dilaksanakan. Cukup dilarang saja menjual rokok ke anak berusia di bawah umum 21 tahun,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Roy menyoroti impor rokok ilegal yang mengalami kenaikan. Di mana kondisi itu akan mengkhawatirkan pelaku usaha, sebab akan menggerus produk domestik bruto (PDB). Untuk itu, menurutnya pemerintah harus lebih cermat dalam menggodok RPP Kesehatan sebelum akhirnya RPP itu disahkan menjadi PP Kesehatan.
“Seharusnya rokok ilegal yang dibasmi, buka perdagangannya yang 200 meter yang seolah-olah itu jadi masalah besar kita bersama. Kita berharap pasal (zonasi 200 meter) itu tidak ada,” kata Roy. <Anto/geobdg>