Tangkapan Layar: Budaya Jepang Ubasuteyama

Ubasuteyama: Buang Orang Tua Lanjut di Hutan, Tradisi Jepang

2 minutes, 48 seconds Read

BANDUNG — Negeri Sakura Jepang, sebuah negara kaya akan tradisi dan budaya. Memiliki praktik-praktik unik yang menggambarkan nilai-nilai dan norma-norma dipegang oleh masyarakat. Salah satu praktik kontroversial menjadi perhatian adalah Ubasuteyama. Sebuah tradisi kuno di mana orang tua yang sudah mencapai usia 70 tahun. Dibawa mendaki gunung dan ditinggalkan di tempat tertentu.

Budaya di Jepang seperti ini dinamakan Ubasuteyama. Budaya ini hingga kini ada yang masih memegang teguh. Ubasuteyama memiliki akar kuat dalam sejarah Jepang. Terutama pada masa ketika kehidupan ekonomi sulit dan kelangkaan sumber daya menjadi kenyataan sehari-hari.

Praktik ini dikarenakan oleh kebutuhan untuk mengurangi beban ekonomi keluarga. Tentunya, mungkin sulit memberi makan mulut lebih banyak.

Pada umumnya, praktik ini melibatkan anak-anak membawa orang tua mereka. Utamanya yang sudah lanjut usia ke puncak gunung Narayama. Tempat-tempat seperti Narayama dianggap sebagai “tempat terakhir.” Dimana orang tua bisa hidup sebelum menghadapi kematian. Meskipun tampak kejam bagi sebagian orang, diyakini sebagai bentuk pengorbanan dilakukan untuk kesejahteraan keluarga.

Proses dan Ritual

Sebelum mendaki gunung, ada serangkaian ritual dan persiapan yang dilaksanakan. Para sesepuh desa memimpin upacara melibatkan minum arak secara bersamaan. Memberikan nasihat tentang perjalanan, dan memberi tahu jalur serta pantangan yang harus dihindari. Hal ini, seringkali merupakan momen sarat makna dan nuansa spiritual bagi mereka yang terlibat

Saat mendaki, yang bersangkutan sering dibawa oleh anak atau kerabatnya. Pemandangan perjalanan seringkali diwarnai oleh pemandangan alam yang indah. Memberikan kesempatan bagi mereka untuk merenung dan berpikir tentang kehidupan dan keputusan.

Konflik Moral dan Dampak Emosional
Budaya Ubasuteyama tidak lepas dari konflik moral dan dampak emosional yang dialami. Bagi mereka yang terlibat khususnya anak-anak yang membawa orang tua mereka. Kadang mengalami pertentangan batin, dipaksa untuk memutuskan antara kewajiban keluarga dan rasa kemanusiaan.

Orang tua ditinggalkan di puncak gunung mungkin juga mengalami perasaan kehilangan. Dan terpisah dari keluarga mereka. Beberapa dekade terakhir, praktik Ubasuteyama menjadi kontroversial dan kurang umum.

Perubahan dalam dinamika sosial, kesejahteraan ekonomi yang meningkat. Dan pergeseran nilai-nilai masyarakat telah menyebabkan banyak orang meninggalkan tradisi ini. Di satu sisi, ini dapat dianggap sebagai kemajuan menuju pemahaman dan penghormatan lebih besar terhadap orang tua.

Namun, masih ada komunitas mempertahankan tradisi ini sebagai bentuk pelestarian budaya. Beberapa melihatnya sebagai ritual menghormati siklus hidup alam dan mengajarkan nilai-nilai pengorbanan dan ketergantungan.

Budaya Ubasuteyama Jepang mencerminkan kompleksitas sejarah dan nilai-nilai masyarakatnya. Meskipun kontroversial, tradisi ini memberikan wawasan tentang bagaimana pandangan hidup. Dan kewajiban terhadap keluarga bisa mempengaruhi tindakan dan keputusan yang diambil individu.

Dalam dunia terus berubah, keberlanjutan praktik ini sebagai bagian dari warisan budaya Jepang. Tetap menjadi perdebatan dan pilihan yang harus dipertimbangkan dengan cermat. <Anto/geobdg>

Share us:

Similar Posts